“YEAHHHHH!!” Aku berteriak dalam hati.
Kim Hyesung. Akhirnya kudapatkan juga namanya.
Nama dari seorang namja yang tak sengaja menendang kakiku saat di rumah sakit
tadi malam. Yah, nama dari seorang namja yang kusukai sejak pandangan pertama.
“Eh Taeyeon??” Lamunanku tiba-tiba terhenti oleh
suara yang menyebut namaku.
“Mwo?” kataku sambil memandang wajahnya yang
membuatku ingin tersenyum setiap kali melihatnya.
“Engh, anu.. apa kau tak keberatan kalau kau
melepaskan ini?” tanya namja itu sambil melirik ke arah tangan kami berdua yang
dari tadi masih berjabatan.
“Ah iya.. hahaha. Mianhae mianhae” Aku menjawab
sambil segera melepaskan tanganku yang tadi terkait dengan tangannya.
“Aku duluan
ya...”
“...Taeyeon” kata Hyesung sambil menyentuh pundakku.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
TIFFANY POV
*DEG*
Jantungku berdegup kencang, entah kenapa aku
tiba-tiba teringat dengan seorang namja.
“Si brengsek
sialan itu” aku mengumpat dalam hati “Kenapa
tiba-tiba aku memikirkannya? Apa sih pentingnya dia dalam hidupku?” Tanpa
sengaja gambaran wajahnya terlintas dalam pikiranku. Uuh, dadaku terasa sesak,
sakit sekali rasanya. Mataku mulai berkunang-kunang, entah karena memikirkannya
atau karena efek terkena hujan tadi malam.
‘Bruukk’
Aku menjatuhkan diriku ke atas kursi tempat kami
bertiga tadi duduk. Kursi itu tepat berada di belakangku. Memikirkannya hanya membuang-buang
waktu saja. Tapi aku tak bisa menyangkal diriku sendiri, hati kecilku berkata bahwa
sebenarnya aku...
“...masih
mencintainya”
Hmm, memang susah untuk menghadapi ini, yah tapi
inilah yang namanya kenyataannya. Nasi sudah menjadi bubur, aku sudah terlanjur
membencinya. Rasa cintaku ini telah dibunuh oleh rasa benci yang membara, rasa
benci itu tak mungkin bisa dihilangkan seumur hidupku dan oleh siapapun. Rasa
benci yang tak terkira besarnya. Tapi hanya satu yang kuharapkan darinya, yaitu
suatu pengakuan. Pengakuan bahwa dia sudah tidak mencintaiku lagi, pengakuan
kalau aku bukan pacarnya lagi, dan pengakuan bahwa aku bukan siapa-siapanya
lagi. Ya, dengan itu setidaknya beban hidupku bisa berkurang, atau bahkan
hilang. Karena menurutku, hanya dialah beban hidupku ini.
Kalung dengan huruf T milik Ozawa masih tergenggam
di tanganku, sesaat aku melihat kalung itu dan sejenak berpikir.
“ Taeyeon...
aku tak tahu apa yang akan terjadi jika kau tak hadir dalam hidupku”
Mengingat
wajahnya selalu membuat perasaanku menjadi agak tenang. Entah kenapa, semenjak
kejadian di hari ulang tahun Hyesung itu aku menjadi lebih tertarik pada yeoja
dibandingkan namja. Aku merasa semua namja sama seperti Hyesung. Tidak
berperasaan. Yah, sebenarnya aku tahu tidak semua namja memiliki kelakuan
seperti dirinya. Hanya saja aku ingin mencoba sesuatu yang baru, yaitu
berpacaran dengan seorang yeoja. Ya, dengan sesama jenis. Tidak lain dan tidak
bukan, yeoja itu adalah Taeyeon. Suatu saat nanti aku akan menyatakan perasaanku,
perasaan yang sebenarnya terhadap Taeyeon. Aku yakin pada waktu pertama kali
aku bertemu dengannya, ia terlihat seperti terkagum-kagum melihatku. Sepertinya
ia menyukaiku. Sepertinya. Sayangnya waktu itu sudah cukup lama, saat itu dan
hari ini sangatlah berbeda. Kini dia sudah tertarik pada namja lain. Yang
sekarang harus kulakukan adalah...
“...menyingkirkan
namja itu dan membuat Taeyeon berpaling padaku lagi”
Tapi bagaimana aku bisa menyingkirkannya? Melihatnya
dan tahu nama namja itu saja belum pernah. Rasa penasaran mulai menggebu-gebu
dalam hatiku, bercampur dengan rasa cemburu yang membara. Aku tak tahan lagi,
aku menginginkan Taeyeon berada di sisiku, di pelukanku. Hanya untukku seorang.
Ya, hanya untuk diriku seorang. Kupandang lagi kalung milik Ozawa dengan huruf
T itu, kugenggam dan kuletakkan tanganku yang tergenggam tersebut tepat di
depan dadaku. Aku hanya bisa berharap, berharap agar Taeyeon sama seperti
kalung ini. Sangat dekat dengan hatiku. Sesuatu mendesak mataku, mendesak ingin
keluar dari pelupuk mataku.
‘Tess’ Satu tetes, air mata itu jatuh tepat di
atas kalung milik Ozawa.
‘Tess’ Dua tetes, kuharap tak ada orang yang
melihat bahwa aku sedang menangis.
‘Tess’ Tiga tetes, aku merasa seseorang sedang
berdiri tepat di depanku.
Aku langsung menengadahkan kepalaku, lupa bahwa
tetesan air mata itu masih membekas di pipiku.
“Tiffany? Kau...menangis??” Gadis itu menatapku
dengan heran. Ia kemudian duduk di sampingku lalu meletakkan tongkatnya di
sebelah kursi yang kami duduki. Buru-buru aku mengelap air mata yang membasahi
pipiku. Kepalaku tertunduk, membuat rambutku menutupi hampir seluruh wajahku.
Gadis itu menatapku, menyibakkan rambutku dan
menyelipkannya di belakang telingaku.
“Ada apa? Apa yang terjadi??” Ia bertanya untuk
kedua kalinya.
“Ah Ozawa, tak apa-apa. Aku hanya...” Kata-kataku
terhenti, tak tahu alasan apa yang harus dibuat. Tak mungkin aku mengatakan
bahwa aku menangis gara-gara Taeyeon, mungkin akan terjadi salah paham
nantinya.
“Hmm? Hanya apa??” Dia meletakkan tangannya di
punggungku dan mengelus-elusnya, mencoba menenangkanku yang masih terisak-isak
tanpa mengeluarkan air mata. Aku merasakan setiap sentuhannya. Sentuhannya itu
sangat lembut, sangat berperasaan. Lama-lama aku merasa nyaman didekatnya.
“Benar-benar
figur seorang ibu yang baik” Aku membatin.
Perhatian
kami berdua tertuju pada Taeyeon yang masuk dari pintu utama RS dengan wajah
ceria.
“Ahh akhirnya ketemu juga... Hehe” katanya sambil
senyum-senyum.
“Ketemu di mana?” Aku bertanya, hanya untuk
menutup-nutupi agar Taeyeon tidak tahu bahwa tadi aku menangis.
“Di luar dong. Benar-benar aku tak tahan dengan
senyumannya itu”
Hah?
Senyuman? Sebenarnya apa yang dibicarakannya sih?
“E-Eh Taeyeon, k-kalung itu tersenyum??”
“Oh kau menanyakan tentang kalung ya?? Hahaha.
Bukan, bukan kalungnya, tetapi namja itu”
Aku berpikir sejenak dalam hati. Lalu dengan sigap
langsung bertanya
“Mwo?? Namja...yang selalu kau bicarakan itu?!”
“Iya itu. Hehe”
“Wah benarkah?? Terus terus??” Ozawa giliran
bertanya, sepertinya penasaran apa yang dilakukan Taeyeon dan namja itu di luar
tadi.
Yah aku pun penasaran, tapi rasa penasaranku
dikalahkan oleh rasa cemburuku.
Ah kenapa
aku tadi tidak keluar? Padahal ‘musuh besar’ku ada di luar tadi.
Yah, belum apa-apa aku sudah memanggilnya musuh
besar. Hmm mungkin karena dia adalah satu-satunya sainganku untuk mendapatkan
Taeyeon.
Ozawa terlihat sangat antusias mendengarkan cerita
Taeyeon, sementara itu aku hanya melamun, melihat langit yang sudah cukup
mendung lewat jendela yang berada tepat di belakangku. Sebenarnya aku penasaran
apa yang dilakukan Taeyeon dan namja itu, tapi mungkin itu hanya akan membuat
dadaku makin sesak saja. Aku dan Taeyeon cukup berjauhan, sengaja aku menjauh
agar setiap perkataan Taeyeon tak terdengar olehku. Tapi masih saja samar-samar
terdengar.
“Oh begitu?? Hahha, siapa namanya tadi??” Ozawa
bertanya demikian, mendengar itu aku langsung memasang kupingku, menyibakkan
rambut yang menutupi telingaku.
“Namanya... Ki-”
‘BLLAAAARRRR’
Aku tersentak kaget, begitu juga Taeyeon dan
Ozawa.
Seberkas cahaya yang sangat terang menyeruak
memasuki jendela itu, hampir bersamaan dengan suara petir yang sangat keras
tadi.
“Wah terdengar sangat dekat sekali” kataku sambil
berjalan menuju mereka berdua.
“Iya dekat sekali kedengarannya. Kita kembali ke
asrama yuk, sebelum hujan turun” Ozawa berkata sambil mengambil tongkatnya yang
tersender di kursi.
“Iya” Aku dan Taeyeon menjawab serentak.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Hari demi hari berlalu, kaki Ozawa pun mulai pulih
kembali, walaupun belum pulih sepenuhnya. Ia masih harus memakai tongkat jika
ingin pergi kemana-mana, tapi kali ini ia dapat berjalan sendiri tanpa dibantu
orang lain, hanya bantuan tongkatnya. Hari-hari pun berjalan seperti biasanya
di asrama HyoSang yang berkode S9 itu. Baru-baru ini para siswi dalam asrama
ini sibuk, sebenarnya bukan hanya asrama S9 saja, tetapi seluruh asrama yang
dihuni oleh murid kelas 3.
“Eh Seohyun, yang nomor sembilan itu caranya
gimana sih?” Sunny dengan aegyeonya bertanya pada Seohyun yang sudah selesai
mengerjakan keseluruhan soal yang berjumlah 50 itu.
“Huu alasan saja kau, bilang saja kalau mau nyontek.
Hahaha” ujar Sooyoung yang sedang asik ngemil sambil menonton TV.
“Enak saja. Setidaknya aku kan bertanya” balas
Sunny sambil sibuk menyalin jawaban.
“Tuh benarkan apa kataku...” Sooyoung mencolek
lengan Seohyun. Seohyun hanya tersenyum kecut sambil menggeleng-gelengkan
kepalanya.
“Hehe. Sedikit saja kok, Seo” kata Sunny sambil
menyenggol Seohyun.
“Kalau kau tidak mau lulus yah silahkan saja”
Seohyun membalas dengan dingin, seolah tanpa dosa dia mengatakannya.
“Hwwaaaaaa Seo, jangan menakuti-nakuti aku dong ”
Sunny langsung berhenti menyalin. Seohyun hanya tersenyum kecil.
Hanya mereka yang ribut di ruangan itu, sementara
ketujuh murid lainnya benar-benar berkonsentrasi dalam mengerjakan soal-soal
itu. Soal-soal latihan yang diberikan oleh guru bidang studi masing-masing.
Satu bulan lagi mereka akan menghadapi saat-saat yang menentukan, saat-saat
yang mengerikan. Saat-saat yang lebih mendebarkan dibanding saat jam pelajaran
kimia Bu Kwon Lucy. Menghadapi sesuatu yang mencari tahu apa saja yang mereka
dapatkan ketika bersekolah di SMA HyoSang selama tiga tahun. Ya benar, ujian
akan menanti satu bulan lagi.
‘Drrrrttt-dddrrrrttt’
Sebuah HP yang diletakkan di atas meja bergetar
dengan keras, seorang gadis mengambilnya. Satu pesan diterima.
‘KH’
TAEYEON POV
Flashback:
“Aku duluan ya ...Taeyeon” kata Hyesung sambil menyentuh
pundak Taeyeon.
*DEG*
Kurasakan tangan hangatnya menyentuh pundakku dengan
lembut. Jantungku berdegup kencang, tak pernah sekencang ini sebelumnya. Tidak
juga dengan Leeteuk oppa. Kemudian ia melepaskan tangannya dari pundakku,
berbalik dan melangkah pergi. Baru beberapa langkah saja, aku menghentikannya.
Lagi.
“Hei tunggu!”
“Yah, ada keperluan lain?”
“Emm... anu... boleh aku minta nomor HP mu??” tanyaku
padanya.
“Sangat boleh” Ia menjawab dengan mantap, sepertinya
pikirannya sama denganku. Aku mengeluarkan secarik kertas... dan tidak membawa
pulpen.
“Hmmm. Kau punya pulpen? Boleh aku pinjam?”
“Ah aniyo, aku tidak membawanya”
“Oh begitu... hmmm bagaimana ya...” Aku bingung, mau menulis
pakai apa kalau tak ada pulpen?
“Ya sudah aku cari pulpen dulu ya..” lanjutku sambil hendak
beranjak pergi.
“Tunggu, apa kau tidak membawa HP??”
“Aku membawanya.. Wae?”
“Lalu kenapa tidak langsung simpan saja nomorku di HP mu
itu?”
Bodohnya aku.
“Ah iya ya. Hahaha. Mian” Saking gugupnya sampai-sampai aku
kehilangan akal. Ia terlihat menutupi mulutnya, sepertinya menahan tawa. Aku
mengeluarkan HP dan bersiap-siap memencet nomor. Setiap angka yang dikatakannya
kudengar dengan cermat, takutnya nanti malahan salah memencet karena saking
gugupnya. Tanganku gemetar.
“Sudah??” tanyaku padanya setelah dia berhenti mengatakan
sederet angka tadi.
“Iya sudah”
Kutekan tombol save
yang ada di HP ku, dan menyimpan nomor itu dengan nama ‘KH’
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ya,
KH, itulah nama yang aku berikan untuk nomornya yang tersimpan di HP ku. Sejak
saat itu kami sering mengobrol lewat SMS dan kadang-kadang aku meneleponnya.
Dengan segera aku membuka pesan yang tadi diterima.
To: Taeyeon
Hei Taeyeon
Lagi apa kau??
-KH-
To: KH
Lagi ngerjain
soal-soal latihan untuk ujian nih. Huhu
-Taeyeon-
To: Taeyeon
Oh aku
mengganggumu yah?? Ya sudah kerjakan saja dulu.
Semangat yah,
berusahalah dengan baik. Aku selalu
mendoakanmu^^
-KH-
“Iya. Hehe” Aku berkata dalam hati.
“Kok
senyum-senyum sendiri? Dari siapa tuh Taeyeon? Dari namja chingu yah?? Hahaha”
goda Sooyoung.
“Bukan
bukan, aku kan belum punya pacar” aku tersipu malu, sepertinya wajahku memerah.
“Iya
bukan dari pacarnya, tapi calon pacar. Hahhaa” Ozawa menimpali sambil
menyenggolku.
“Ah
bisa saja kau ini Ozawa. Ckckc...” Semuanya memandangku sambil tertawa, bahkan
menggodaku.
“Wow
Taeyeon, hebat juga kau” (Hyoyeon)
“Iya,
kau bisa mendapatkan namja walaupun di asrama wanita. Haha” (Yoona)
“Aku
salut padamu. Hahaha” Sooyoung memukul-mukul punggungku tanpa perasaan.
“Ahaha
bukan siapa-siapa kok, hanya teman saja” jawabku sambil mengelus-elus
punggungku agar rasa sakitnya hilang. Tapi hanya seorang gadis yang terlihat
diam saja, ia menundukkan kepalanya. Rambutnya yang panjang menutupi sebagian
wajahnya yang cantik.
Ya,
itu Tiffany. Baru-baru ini ia terlihat murung, tak bersemangat. Hanya ada satu
pertanyaan terpendam dalam hatiku. Ada apa dengannya?
“Ah,
sudahlah jangan dibahas hal tidak penting begitu, lebih baik bahas soal-soal
ini. Bagaimana??” Aku menyarankan untuk mengganti topik pembicaraan.
“Setuju!”
beberapa menjawab pertanyaanku serentak, yang lainnya mengangguk-anggukan
kepala tanda setuju.
“Hmm
Tiffany, apa kau setuju??” Aku bertanya pada gadis yang sedari tadi aku
perhatikan.
“Ne”
Ia menjawab dengan singkat sambil tetap menundukkan kepalanya.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Di
koridor sekolah saat jam pelajaran seharusnya sudah selesai, beberapa murid
kelas 3 sedang berbincang-bincang.
“Ahh
memang menyebalkan kalau ada jam pelajaran tambahan seperti ini, membuat waktu
tidur siangku berkurang. Huhh” keluh seorang gadis sambil berjalan dengan kaki
diseret.
“Jangan
mengeluh terus, Unnie. Itu kan demi kebaikanmu juga” balas gadis lain.
“Seohyun
ah, sudah cukup aku mendengarkan nasihatmu itu” keluhnya lagi dan kemudian
menyenderkan kepalanya di bahu Yuri.
“Ah akhirnya...” Yuri membatin.
Tiffany
kemudian datang menuju mereka, ia sendirian.
“Eh
Fany, tak biasanya kau sendirian. Mana Taeyeon??” (Yoona)
“Iya,
kau kan biasanya selalu bersama dengannya...” (Seohyun)
“Ah?
Benarkah??” Tiffany bertanya balik.
“Ckckc,
lama-lama kau seperti Jessica saja. Menjawab pertanyaan dengan pertanyaan” balas
Seohyun dengan dahi dikerutkan.
“Ne?
Kau membicarakan sesuatu tentangku, Seo?” Jessica mendengarkan walaupun dengan
mata tertutup menyenderkan kepalanya di bahu Yuri. Seohyun hanya tersenyum
simpul.
Tiffany
menghela nafas panjang, terlihat inginmengatakan sesuatu. Tapi tidak jadi.
Terlihat
sesorang berlari ke arah mereka berlima.
“Taeyeon?” gumam Tiffany dalam hati.
Dengan
ngos-ngosan kemudian ia berkata “Fany ah, kemana saja kau, aku dari tadi
mencarimuuuu...”
“Taeyeon
mencariku?” Tiffany mengangkat alis.
“Iya!”
“Ah,
aku dari tadi di sini kok. Kau saja yang sibuk dengan orang lain” ujar Tiffany
agak menyindir.
Taeyeon
terdiam, semua mata memandang ke arahnya.
“Si-Siapa??”
“Ah
siapa lagi kalau bukan namja itu. Namanya saja aku belum tau” Tiffany menjawab
dengan nada kesal.
“Namja
itu? Oooh dia...” Taeyeon memalingkan wajah pada Tiffany.
“Ah,
kau cemburu yaaa... Ngaku saja....Hahaha”
Tiffany
tersentak kaget, mukanya mulai memerah. Ia tetap terdiam.
“Ah
aku tahu kau iri padaku kan? Aku bisa mendapatkan namja sedangkan kau tidak?
Begitu kan??” Taeyeon mencolek-colek lengan Tiffany.
“Iya memang aku iri, tapi bukan karena kau
bisa mendapatkan namja sedangkan aku tidak. Tetapi karena...”
“...aku juga ingin memilikimu, Taeyeon”
‘Krriiinnngggg’
“Ah,
bel pelajaran tambahan sudah berbunyi. Ayo masuk, Fany ah!”
Taeyeon
meraih tangan Tiffany dan memasuki kelas, diikuti murid-murid kelas 3 lainnya.
Tiffany menggenggamnya dengan erat. Sangat erat. Taeyeon menuju sebuah kursi
yang ingin didudukinya.
Taeyeon
mencoba melepaskan genggaman itu. Tidak bisa.
“Kenapa
Fany ah? Kau mau duduk denganku?”
Tiffany
hanya mengangguk perlahan. Taeyeon di sebelah kiri sedangkan Tiffany duduk di
sebelah kanan. Taeyeon mencoba melepaskan genggaman itu lagi. Tetap tidak bisa.
“Bu
Kwon Lucy sudah datang. Fany lepaskan...” Taeyeon berbisik pada Tiffany. Tetapi
tetap tidak dilepaskan, genggaman tangan Tiffany malah semakin kuat. Taeyeon
terlihat meringis menahan sakit ditangannya itu.
“Uhh.. sakit Fany ah.Cukup, lepaskan sekarang...”
Kali ini bisikan Taeyeon agak sedikit keras dari sebelumnya. Tiffany hanya
tersenyum kecil.
“Aku tak akan melepaskanmu Taeyeon, aku tak
mau jauh darimu. Aku tak mau kau jatuh di tangan orang lain. Aku ingin kau
selalu di sisiku, Taeyeon” batin Tiffany.
“Fany,
sakit Fany...kumohon lepaskan” mata Taeyeon mulai berkaca-kaca.
“Ya pasti rasanya sakit. Tapi tidak sesakit
hatiku ini, Taeyeon” Tiffany membatin lagi.
Semakin
lama Tiffany semakin kuat menggenggam tangan Taeyeon.
“Uhh..”
“Lepaskan!!!”
Taeyeon
membentak Tiffany, membanting tangan Tiffany ke arah bawah, dan akhirnya
terlepas. Teriakan itu memecah kesunyian kelas. Semua siswi melihat ke arah
bangku belakang. Ya, itu tempat Taeyeon dan Tiffany duduk. Tiffany hanya menunduk, seolah-olah dia tidak
melakukan apa-apa.
“Fany..
apa yang kau lakukan!?” Taeyeon berbisik dengan nada kesal.
Bu
Kwon Lucy menatap Taeyeon, tapi Taeyeon tak berani menatapnya balik.
“Kim
Taeyeon!”
Wanita
berumur 50 tahun itu berteriak ke arah Taeyeon.
“I-Iya...”
“Bisa
kau kerjakan nomor 1 di depan?”
“Duh, sialan” Taeyeon mengumpat dalam
hati.
“Ne..
tunggu sebentar”
“Bukan
nanti-nanti. Sekarang!!”
“Ah bagaimana ini? Melihat soalnya saja
belum, apalagi mengerjakan...”
Ia
mulai gugup, melangkahkan kakinya dengan berat menuju ke depan kelas. Dengan
tangan gemetar ia mengambil spidol yang tergeletak di meja guru.
“..............”
Beberapa
menit kemudian, Kwon Lucy melihat pekerjaan Taeyeon.
“Ckckck”
Ia menggeleng-gelengkan kepalanya, setelah melihat bahwa hanya ada angka ‘1’
yang tertulis di white board itu.
“Sudah
sana kembali ke tempat duduk”
Taeyeon
pun melangkah menuju bangku belakang. Sebelum sempat duduk, Kwon Lucy berkata
“Nanti pulang sekolah kamu menghadap saya”
“Ah
iya” Taeyeon terlihat pasrah, ia menghela nafas panjang. Ia menutupi mukanya
dengan kedua tangannya.
TIFFANY POV
Ah
apa yang telah kulakukan??
Kan
kasihan Taeyeon. Sepertinya tadi aku kehilangan akal sehatku. Aku menyesal atas
hal yang tadi kuperbuat. Aku memasang mataku ke arah tangan kanan Taeyeon.
Tangannya itu gemetar, sepertinya masih sakit. Terlihat dari caranya menulis di
white board tadi.
“Emm...T-Taeyeon??”
Aku memberanikan diri berbicara padanya.
Ia
melepaskan kedua tangannya dari mukanya dan menatapku.
“Fany
ah...”
‘Kriiinnnggggg’
Bel
berbunyi, tanda pelajaran tambahan sudah selesai. Para siswi pun keluar kelas.
Aku
tak peduli. Aku tetap melanjutkan perbincangan kami berdua.
“Mianhae
Taeyeon ah. Tadi... tadi aku tak bermaksud untuk-”
“Sudahlah
Fany... Aku tahu bagaimana perasaanmu”
*DEG*
Mwo??
Dia tahu...perasaanku??
“Ehh?
Maksudmu??” Tanyaku dengan wajah penasaran.
Tiba-tiba
tangannya meraih kedua tangnku dengan lembut.
“Fany
ah... aku benar-benar tahu perasaanmu...tapi aku-”
‘Brakkkk’
Seseorang
memukul meja, membuat kami berdua tersentak kaget.
“Eh
kalian berdua ngomongin apa sih? Sepertinya serius sekali. Sambil
pegang-pegangan tangan pula. Hahaha”
“Ah
Sooyoung!! Kamu ini ganggu saja!” ujar Taeyeon dengan nada kesal.
“Haha,
aku tak bermaksud untuk mengganggu. Tapi Kwon Lucy sudah menunggumu tuh...”
Seketika
raut wajah Taeyeon berubah menjadi panik.
“Gawat”
katanya.
Tanpa
berbicara apa-apa lagi, ia langsung berlari keluar kelas. Menuju ke ruang guru.
“Aduh
dasar si Taeyeon itu. Kwon Lucy dilawan. Ckckc”
Aku
hanya tertawa kecil mendengar komentar Sooyoung.
“Ah
Tiffany, kita duluan saja kembali ke asramanya. Pasti guru killer itu
berceramah panjang pada Taeyeon. Hahaha”
“Ah
iya...ayo”
Kami
berdua pun berjalan kembali ke asrama.
Hmm,
aku masih penasaran. Perasaan apa yang Taeyeon ketahui dariku? Apakah ia tahu
perasaanku padanya? Apakah ia tahu kalau aku menyukainya? Apakah ia tahu kalau
aku menyayanginya? Apakah ia tahu kalau hatiku ini benar-benar tulus mencintainya?
Ah
aku bingung, terlalu banyak pertanyaan yang terpendam.
“Tiffany,
aku bingung”
*DEG*
Aku
kaget mendengar pernyataan Sooyoung.
“B-Bingung kenapa??”
“Itu...
emmm.... baru-baru ini Sunny sepertinya cuek terhadapku, tak seperti biasanya”
Ah
Sooyoung Sooyoung, masalahku saja belum selesai, bagaimana aku bisa membantumu
menyelesaikan masalahmu?
“Ah
itu sih sudah biasa, mungkin kau ada salah dengannya? Coba saja minta maaf” Aku
menjawab seenak jidatku.
“Nah
itu dia masalahnya! Aku tak tahu apa salahku!”
“Cari
tahu dong” Lagi-lagi aku menjawab dengan asal.
“Caranya??”
“Hmm..
ya kau mengobrol saja dengan Sunny, seperti tidak terjadi apa-apa. Pasti
lama-lama ia bersikap biasa lagi” Aku berusaha semampuku untuk memberi solusi
terbaik.
“Itu
dia... Baru-baru ini setiap kali aku bertemu dengannya, perasaanku ini...”
“Perasaanmu
kenapa??” Kali ini aku mulai penasaran.
“Ah
bagaimana aku mengungkapkannya? Jantungku ini rasanya berdebar-debar tiap kali
aku melihatnya”
“Mwo??!”
“Tiffany
ah, biasa saja dong ekspresinya. Jangan membuatku malu” Kulihat pipinya mulai
memerah.
“Jadi
perasaan itu...cinta?? ” Aku mencoba meyakinkan.
“Yah
mungkin saja begitu. Tidak tahu ah, aku bingung!” Pipinya makin bertambah merah.
Wow
Sooyoung, perasaanmu pada Sunny sama seperti perasaanku pada Taeyeon.
“Yahh
Sooyoung... kalau begitu sih aku tak mau ikut campur” Aku menyilangkan kedua tanganku
didadaku.
“Wae??
Tapi apakah tidak apa-apa kalau aku mencintai...seorang yeoja?”
“Choi
Sooyoung... Cinta itu tidak memandang gender” Kata-kata ‘sesat’ku mulai muncul.
“Jinjja??”
“Hmm...mungkin
saja iya” Aku tak yakin dengan pernyataanku tadi.
“Ah
begitu ya... Jadi bagaimana solusi untuk masalahku ini, Tiffany??”
“Kan
sudah kubilang aku tak mau turut campur. Ini adalah masalah perasaan.
Perasaanmu dan Sunny, jadi aku tak berhak untuk turun tangan. Kau sendirilah
yang harus menyelesaikannya. Ini masalah cinta” Tidak tahu aku mendapatkan
kata-kata ini dari mana.
“Hmm..
arraseo” katanya dengan lemas.
Aku
menepuk-nepuk punggungnya.
Ah
aku jadi merasa bersalah padanya, masalahku saja belum selesai, sudah
berani-beraninya aku memberi solusi pada orang lain.
Tapi
tak apalah, setidaknya solusi yang kuberikan tadi sekaligus bisa menjadi solusi
untuk masalahku.
Ah
Taeyeon Taeyeon, tega-teganya kau membuatku mencintaimu.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dari
gerbang sekolah terlihat seorang yeoja dengan wajah lesu berjalan keluar
gerbang, membawa beberapa buku di tangannya.
“Uhh, sudah diberi jam pelajaran tambahan,
masih saja ditambah lagi oleh Kwon Lucy itu. Dimarahi pula. 15 menit dimarahi,
45 menit diajari kimia. Total 1 jam” Ia menggerutu dalam hatinya.
Ia
berjalan sambil menendang batu-batu kecil saking kesalnya.
‘Bruukkkk’
Bahu
gadis itu bertumbukan dengan bahu seseorang. Buku-buku yang berada di tangan
gadis itu berjatuhan.
“Oppa???”
“Ah
Taeyeon?!”
“Hehe
iya, kebetulan sekali bertemu di sini!”
“Hmm
kau belum pulang? Sudah sore begini” Ia menatap jam tangannya.
“Iya
nih. Tadi habis dimar- eh... anu... tadi ada pelajaran tambahan sih...”
“Lho
bukannya pelajaran tambahan sudah selesai dari tadi? Terus aku tadi sekilas
melihatmu di ruang guru. Apa yang kau lakukan si situ??”
“Yah ketahuan dehh” Gumamnya Taeyeon hati.
“Yah
sebenarnya tadi aku dimarahi gara-gara tak serius dalam pelajaran. Hehe”
“Hmm
ternyata begitu yah sebenarnya... ckckc ”
“Iya,
Bu Kwon Lucy itu memang menyebalkan sih”
“Oh
kau dimarahi oleh Bu Kwon Lucy???”
“Ne...
Uuh dia kalau sudah marah seperti beruang kelaparan saja. Matanya begitu tajam
kalau melihat ada siswi yang menyontek. Aku masih penasaran apa dia punya ilmu
gaib ya? Hahaha” Aku berbicara seenaknya saja.
“Haha,
maafkan ya kalau dia selalu memarahimu...”
“Ehh?
Kenapa oppa yang minta maaf? Kau kan tidak salah...” Taeyeon bingung dengan
perkataan namja itu.
“Ya,
maafkan Umma ku kalau ia terlalu kasar padamu...”
“MWWOOO????!!!”
Taeyeon
terkejut, seterkejut-terkejutnya. Matanya terbelalak menatap ke arah namja itu,
mulutnya terbuka lebar.
“Omo,
jadi Bu Kwon Lucy itu ibumu, Hyesung oppa??!”
“Ne...
dia itu ibuku. Hahaha”
“Ah aku jadi tidak enak pada oppa, tadi sudah
membicarakan hal yang buruk-buruk tentang ibumu”
Muka
Taeyeon memerah, menepuk jidatnya sendiri.
“Haha
tidak apa-apa kok, ibuku memang begitu. Tapi aku yakin dia melakukan itu untuk
kebaikan anak didiknya sendiri. Untuk masa depan mereka, agar mereka kelak
dapat menggapai cita-citanya” jelas Hyesung.
“Jinjja??”
“Iya,
aku serius. Kau mau bukti?”
“Apa
buktinya??” Taeyeon menatap Hyesung dengan wajah penasaran.
“Akulah
buktinya” Hyesung menjawab dengan mantap.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Eh
Tiffany, Taeyeon tidak bersama denganmu??”
Tiffany
yang baru datang ke ruang tengah itu langsung duduk di sebelah gadis yang
bertanya kepadanya.
“Emm
tidak, dia tadi disuruh menghadap Kwon Lucy...”
“Ckckc...memang
dasar Bu Kwon Lucy itu”
“Iya.
Hmm enak sekali kau izin tidak masuk tapi tetap dapat catatan” ujar Tiffany
sambil memberikan catatan bahan pelajaran yang tadi dibahas.
“Gomawo
Tiffany...”
“Iya
Ozawaaa”
“Hehehe..
bisa sekalian ajari aku tidak??”
“Mwo??
Malas ah, Seohyun saja tuh. Hahaha”
Seohyun
hanya tersenyum kecut mendengar perkataan Tiffany itu.
“Huu,
bilang saja kalau kau juga tidak mengerti” sindir Ozawa.
“Nah
itu masalahnya...Aku tak begitu mengerti... hehehe” Tiffany menyeringai.
‘Klekkk’
Pintu masuk asrama terbuka, terlihat Taeyeon masuk dengan wajah berseri-seri.
“Wow
Taeyeon, baru kali ini aku melihat murid habis dimarahi malah senyum-senyum
begitu” (Sooyoung)
“Hehehe.
Bukannya begitu”
“Lalu
kenapa?” Ozawa menimpal
“Kau
mau tau?”
“Ah jangan-jangan...dia bertemu lagi dengan
namja itu” Tiffany menebak-nebak dalam hatinya.
“Aku
tadi bertemu dengan namja itu lagi. Haha” jelas Taeyeon.
“Tuh kan benar...” Ya, Tiffany terlihat
seperti tidak suka kalau Taeyeon dekat-dekat dengan ‘musuh besar’nya itu.
“Wahhh
pantas saja wajahmu ceria begitu, tidak seperti gadis ini nih” Yuri
menggoyang-goyangkan bahunya yang disenderi oleh Jessica tentunya.
“Mwo?
Kau membicarakanku??” Jessica berkata sambil masih menutup matanya.
“Haha
bercanda kok bercanda” kata Yuri sambil mengelus-elus kepala Jessica dengan
lembut.
‘Tok
tok tok’
Terdengar
suara pintu asrama di ketuk tiga kali.
“Biar
aku yang membukanya” Seorang gadis
dengan baik menawarkan diri untuk membuka pintu. Ia Berjalan menuju pintu.
‘Klekkk’
Pintu dibuka.
“Ini
aku mau mengembalikan buku Taeyeon yang....”
Perkataan
namja itu terhenti, mereka berdua saling bertatap-tatapan.
‘BRRRAAAAAAKKKKKKKKKKK’
Dengan
sekuat tenaga gadis itu membanting pintu dan segera berlari ke kamarnya.
Semua
siswi yang berada di ruang tengah terdiam. Hening.
Seorang
gadis lain menuju ke pintu asrama yang telah tertutup, dan membukanya perlahan.
“Hyesung
oppa???” kata yeoja itu.
Ya,
itu Hyesung. Ia terlihat sangat syok dan terkejut.
“Ah
Taeyeon, ini tadi kau melupakan bukumu yang terjatuh tadi”
“Oh
iya, gomawo”
Hyesung
melirik-lirik ke dalam asrama.
“Hmm...Taeyeon....”
“Ya???”
“Gadis
yang membanting pintu tadi.....”
“......Tiffany
kah??” tanya Hyesung mengerutkan wajahnya.
-ToBeContinued-
Author note:
Bonus pict Tiffany Taeyeon Hyesung at Sonyeo Sonyeon Gayo Baekso (SSGB)
-ToBeContinued-
Author note:
Bonus pict Tiffany Taeyeon Hyesung at Sonyeo Sonyeon Gayo Baekso (SSGB)
TaeNy is REAL |
Ceritanya bagus ^.^
ReplyDeleteBagaimana sambungan kisah antara Taeyeon, Tiffany dan Hyesung??
Apakah Ozawa betul" memaafkan Tiffany?
Apakah nanti Taeyeon tau apa yang telh diperbuat oleh Hyesung terhadap Tiffany?
Mian kalo pertanyaannya banyak ^.^