Tetes demi tetes air jatuh dari mata seorang yeoja yang kini
tengah sendirian di sebuah kamar yang hanya ditemani sinar lampu yang
remang-remang. Ia terduduk dipojokan kamar sambil memeluki lututnya setelah apa
yang terjadi dengannya barusan. Semacam ia tak percaya apa yang dilihatnya
barusan itu.
“Kenapa? Kenapa dia
ada di sini?!! Brengsek!”
Yeoja itu mengumpat-umpat dalam hati, sambil terus mencakar-cakar karpet tempat ia duduk.
Tanpa
disadari air matanya terus mengalir membasahi pipinya.
‘Dukk’
Ia
menjedukkan kepalanya ke tembok yang tepat berada di belakangnya. Kini hanya
terdengar suara tangisannya yang disertai kuku-kuku indahnya bergesekan dengan
karpet itu. Seketika ia memejamkan matanya. Terbesit gambaran wajah seorang
namja yang baru saja ia lihat.
Sesak.
Hanya itulah
yang ia rasakan saat ini.
“Namja babo!!”
Lagi-lagi ia
mengumpat dalam hati.
Tangannya
kini telah terbasahi akibat mengelap air mata yang sedari tadi terus mengalir.
Tiba-tiba ia
teringat perkataan namja itu...
“Ini aku mau mengembalikan buku
Taeyeon....”
Tiba-tiba
yeoja itu memikirkan sesuatu yang membuat dadanya semakin sesak.
“Apakah namja yang dibicarakan Taeyeon
selama ini adalah... KIM HYESUNG??”
Semakin
sesak.
Itulah
yang dirasakannya sekarang.
Ia memegangi
dadanya. Menahan rasa sakit. Rasa sakit yang bertambah setelah menyadari hal
tersebut.
Taeyeon itu milikku....
Yeoja
itu membantin sambil mengepalkan tangannya dengan erat.
Mengapa namja itu selalu hadir dalam
hidupku... Namja tak tahu malu itu...berani-beraninya mengambil milikku...
Tangannya
mulai memerah. Genggamannya pun semakin erat. Air matanya tak kunjung reda.
Tak
sengaja ia melihat sebuah foto yang terpampang di atas lemari kecil di sebelah
tempat tidur. Ia pun mengambilnya.
Tetesan air mata membasahi foto itu. Foto
seorang yeoja yang selama ini ia kenal sangat dekat.
“Taeyeon...”
“...saranghae”
Dua
buah kata keluar dari mulutnya...
Dua
buah kata yang ingin diucapkan sedari dulu kepada pemilik foto itu.
Dua
buah kata yang ‘mungkin’ dapat menyatukan perasaan mereka berdua.
Namun,
harapan kini mungkin telah lenyap.
Tanpa
sadar kini foto itu telah menjadi gumpalan kertas yang tergenggam dalam
tangannya.
Lagi-lagi
air mata keluar, membasahi pipi yeoja bernama Tiffany itu.
Tampak
sebuah cermin yang cukup besar terpajang di depannya.
Dilihatnya
seorang yeoja yang berada dalam cermin itu.
Tangannya
tetap tergenggam dengan erat, lebih erat dari yang tadi.
Terbayang
seorang namja berdiri disebelahnya, membisikkan sesuatu...
“Aku akan selalu mengikutimu, Tiffany...”
“Hyesung
namja sialan!!”
‘BRUKK’
‘PRAAANG’
Sebuah
pukulan yang cukup keras menghantam cermin yang tergantung di dinding.
*****
‘Tok
Tok Tok’
Terdengar
suara pintu diketuk.
“Tiffany....”
Seseorang
memanggil nama yeoja itu.
“Fany
ah...” Kembali seseorang memanggilnya.
“Apa
kau tidak apa-apa? Apa yang terjadi?” Lanjutnya.
Hening.
Tak ada jawaban dari Tiffany.
‘Kreekk’
Terdengar
suara pintu dibuka. Yeoja yang baru saja masuk ke kamar itu terkejut melihat
temannya, sahabat terdekatnya, Tiffany, terduduk di pojok ruangan.
“Fanyy!!?
Aa-apa yang terjadi?! ”
Terlihat
darah berlumuran di bagian punggung tangan yeoja itu.
*****
TIFFANY POV
“Aku di mana? Sedang apa? Tanganku...
kenapa?!”
Seketika aku melihat sekeliling kamar.
Tatapanku tertuju pada sebuah cermin yang hancur tergantung di tembok.
Kurasakan seseorang menggoyang-goyangkan badanku.
“Tiffany..
Tiffanyy.. Ka-kamu kenapa??”
“Suara itu...”
Tampak
seorang yeoja dengan rambut diikat sedang memandang kearahku. Entah kenapa
tangannya mengelus-elus pipiku. Ia terlihat sangat panik. Air mata menetes dari
matanya.
“Eh
Taeyeon??”
“Fany... i-itu...a-apa
yang k-kaupikirkan??!” tanyanya dengan terbata-bata sambil menghapus air mata.
Aku tidak
menjawab dan hanya menunduk.
“Aihh, a-aku
obati ya” tawar Taeyeon sambil masih sedikit terisak dan menatap tangan kananku
yang luka.
Aku hanya
mengangguk perlahan.
Taeyeon
keluar kamar untuk mengambil obat merah dan perban.
“Apakah tadi aku pingsan?” aku membantin
dalam hati sambil meringis menahan rasa sakit di tangan kananku.
Aku
melihat pecahan-pecahan kaca yang berserakan di lantai.
*DEG*
Aku baru ingat
apa yang tadi terjadi padaku.
Dan itu
sangat menyakitkan untuk diingat.
“Namja itu...” kataku dalam hati sambil
mengepalkan tangan kiriku, karena tangan kananku sudah terlalu sakit untuk
digerakkan.
Taeyeon pun kembali ke kamar dengan kotak
obat-obat di tangan kanannya, serta membawa perban ditangan kirinya.
Kemudian
ia duduk di sebelahku. Memegang pergelangan tanganku dan mulai membersihkan
darah yang berlumuran di punggung tanganku.
“Umm...
Taeyeon?”
“Ne, Fany?
”Ia menengadahkan kepalanya.
Aku diam
saja, tidak menjawab. Jarak antara wajahku dan wajahnya kini sangat berdekatan.
Jantungku
berdegup kencang.
Sepasang
mataku hanya tertuju pada bola matanya.
Aku
menggerakkan tangan kiriku, mencoba untuk menyentuh pipi Taeyeon.
Matanya
masih tertuju ke arahku. Kucoba membelai lembut pipi Taeyeon yang mulus itu.
Taeyeon
tersentak kaget.
“Aissshh
Fanyyy.....” Taeyeon langsung menahan tanganku dan langsung menunduk.
Mukanya
langsung berubah menjadi merah padam dan kembali berpura-pura sibuk mengobati tanganku.
“Astaga... apa yang barusan aku lakukan?” gumamku
dalam hati.
“Fany
ah... Tanganmu kenapa bisa berdarah begini sih?” Taeyeon bertanya, mungkin agar
suasana tidak kaku akibat perlakuan anehku barusan.
“Oh ini..
umm... tak apa-apa, tadi aku hanya kesal saja” jawabku dengan menahan sakit
karena tanganku yang masih diobati.
“Hmm boleh
aku tahu kesal gara-gara apa? Mungkin aku bisa bantu” Tanya Taeyeon sambil
mengembangkan senyumnya.
“Aniyo Taeyeon. Malahan kau tidak boleh tahu
tentang ini” Aku menjawab dalam hati.
“Ani...
Hanya masalah kecil kok” jawabku sambil membalas senyum manisnya.
“Masalah
kecil ya? Sampai-sampai kau meninju cermin begitu?” tanya Taeyeon agak
menyindir.
Aku
membalasnya hanya dengan tersenyum simpul.
Kuperhatikan
setiap gerakan tangannya yang menyentuh lembut tanganku. Setiap gesekan
kulitnya yang bergesekan dengan kulitku membuat diriku melupakan masalah tadi
untuk sementara waktu.
“Aku ingin kau selalu berada di sampingku
seperti ini, Taeyeon” aku berbicara dalam hati.
“Done!”
Kata Taeyeon mengagetkan aku yang sedang memperhatikannya dari tadi.
Ia kembali
tersenyum ke arahku.
“Ah ne...
gomawo Taeng” Jawabku sambil memamerkan eyesmile.
Terlihat
balutan perban menutupi setengah punggung tanganku.
“Sudahlah,
biar aku saja yang membereskan itu” kataku pada Taeyeon yang mengambil beberapa
pecahan kaca yang berserakan di lantai akibat kutinju tadi.
“Ah
arraseo. Hmm.. aku ke ruang tengah dulu ya” Balas Taeyeon sambil pergi
meninggalkanku dengan membawa kotak obat-obat dan perban tadi.
“Tunggu
Taeyeon...”
“Ne,
Fany?”
“Hmm..
anu...jangan beritahu ini ke siapa-siapa ya?” kataku sedikit berbisik.
“Ah,
baiklah” jawabnya sambil kemudian menutup pintu kamar perlahan.
Keheningan
kembali menyelimuti seisi kamar.
Cahaya
lampu yang remang –remang pun tetap menyinari seorang yeoja yang kembali
meneteskan air matanya.
“Aku butuh waktu untuk sendiri” batinku
dalam hati.
*****
Cahaya
matahari yang menyelinap melewati celah-celah jendela menerpa wajah seorang
yeoja yang masih tertidur dengan pulas.
Sinar
matahari yang menerpa wajahnya membuat wajah yeoja itu terlihat sangat cerah,
walaupun dalam hatinya sangatlah kelam.
Tangannya
yang dibalut perban terlihat tergontai menyentuh karpet yang hangat karena
terpaan sinar matahari pagi.
Lap yang
agak basah terlihat menutupi kening yeoja yang tertidur pulas itu. Ya, ada
semacam kompres yang terletak di keningnya.
Sebuah tangan
seseorang menyentuh lembut pipi yeoja itu.
Pori-pori
tangannya bergesekan dengan pori-pori kulit pipi yeoja tersebut.
Senyuman
terkembang di wajah yeoja yang terduduk di sebelah tempat tidur.
“Apa yang
sedang kau lakukan di dalam? Cepatlah sebelum gerbang sekolah ditutup” ucapan
seorang yeoja terdengar dari balik pintu kamar, disertai dengan ketukan
perlahan.
“Ah ne,
tunggu sebentar” sahut yeoja lain dari dalam.
Segera ia
melepaskan tangannya dari pipi yeoja yang tertidur itu, dan kemudian berdiri.
Langkahnya
yang cukup berat dan agak pincang membuat suara gesekan antara sepatu dan
karpet cukup terdengar jelas.
‘Krekk’
Pintu
dibuka perlahan.
Terlihat
yeoja berpakaian seragam yang sudah rapi dengan tas berwarna biru muda
tergantung di punggungnya.
“Aihh
Ozawa, lama sekali kau di dalam” kata seorang yeoja yang tadi memanggilnya dari
luar.
“Ah mian,
tadi ada masalah sedikit. Ayo berangkat” jawabnya sambil tersenyum.
“Ehh...
Fany masih sakitkah?”
“Sepertinya
begitu, Taeng” jawab Ozawa lagi.
“Oke...
Kajja” sahut Taeyeon sambil menuntun Ozawa perlahan. Ya, luka di kakinya memang
sudah sembuh dan ia sudah tidak membutuhkan tongkat lagi. Tapi kadang ia masih
butuh bantuan orang lain untuk membantunya berjalan.
Tangan
kanannya menyentuh pinggang Ozawa, tangan kirinya memegang lengan Ozawa.
Perlahan-lahan mereka berdua menuruni tangga, menuju ke pintu utama.
*****
Sinar
matahari yang makin panas membangunkan seorang yeoja yang sedari tadi terbaring
di tempat tidurnya. Ia mengangkat kompres, dan memegang keningnya sendiri.
“Panas”
ujarnya
TIFFANY POV
-Flashback-
“Tunggu Taeyeon...”
“Ne, Fany?”
“Hmm.. anu...jangan beritahu ini ke siapa-siapa
ya?” kataku sedikit berbisik.
“Ah, baiklah” jawab Taeyeon sambil kemudian
menutup pintu kamar perlahan.
Keheningan kembali menyelimuti seisi kamar.
“Aku butuh waktu untuk sendiri” batinku dalam
hati.
Pikiranku masih kacau balau. Antara menahan
rasa sakit di tangan dan memikirkan namja sialan itu.
Kugenggam erat lagi tangan kiriku.
Ingin rasanya aku meremas setiap pecahan
cermin yang berserakan tersebut.
Ingin rasanya aku menggoreskannya pada
seseorang, pada namja itu, agar ia mengetahui betapa sakit rasa yang kurasakan.
Perlahan kuberdiri, berjalan menuju pecahan
cermin tersebut, memungutnya satu-satu dan memasukannya ke plastik.
“Seperti inilah hatiku saat ini, hancur
berkeping-keping” ujarku dalam hati.
“Dan seperti inilah kau membuangku” lanjutku
sambil melemparkan plastik berisi pecahan cermin tersebut ke dalam tempat
sampah.
Seketika keseimbangan badanku mulai goyah,
kepalaku terasa pusing tidak karuan. Seperti ingin muntah rasanya. Setelah itu
gelap.
Yang
kuingat hanyalah seorang yeoja yang menaruh kompres dikeningku.
Sayangnya aku lupa siapa yeoja itu...
-End Flashback-
Yeoja itu
meletakkan kompres di atas laci di sebelah tempat tidur.
Dengan
gemetaran tangan kirinya masih memegangi keningnya sendiri.
“Ah..Benar-benar
panas” katanya sambil mendesah perlahan.
Ia turun
dari tempat tidur, menaruh kakinya di atas karpet yang hangat karena diterpa
sinar matahari sejak tadi.
Kemudian
ia menatap ke arah jendela.
“Uhh...
silau” keluhnya sambil berjalan ke arah jendela.
Karena
kamarnya terletak di lantai dua, dari jendela ia dapat melihat sekitaran asrama
dengan jelas.
Dari situ
juga terlihat gedung SMA HyoSang yang bercatkan coklat muda.
Terlihat
juga para pengurus asrama yang sedang berbincang-bincang.
Ada pula
para pekerja yang sedang menyapu halaman asrama.
Seketika
matanya tertuju pada seseorang yang sedang berjalan tepat di depan asrama mereka,
asrama yang berkode S9 itu.
Ia
tertegun.
Entah
kenapa orang itu tiba-tiba mendongakan kepalanya, melihat ke arah atas.
Melihat
tepat ke arah jendela kamar Tiffany.
Dengan
segera Tiffany menutup jendela dengan tirai yang berwarna putih krem itu.
Dari
kejauhan, seorang namja melihat ke arah jendela dengan tirai berwarna putih
krem.
Ia
mengangkat alisnya.
“Hmmm....”
“Ternyata
benar-benar Tiffany, ya?”
*****
Sepasang
mata menatap ke arah jarum jam tangan yang dipakainya, sementara tangan
kanannya sibuk memutar-mutar pulpen.
“Uhh... Sepi ya kalau tidak ada Tiffany”
batin seorang yeoja sambil menghela nafasnya.
Ditatapnya
kursi kosong di sebelah tempat duduknya.
Ia
tersenyum-senyum sendiri tatkala membayangkan Tiffany duduk di sampingnya.
Tiba-tiba
ia teringat kejadian tadi malam.
TAEYEON POV
-Flashback-
‘Brakkk’
Terdengar suara pintu ditutup dengan keras sesaat setelah Tiffany membuka pintu asrama yang tadi diketuk. Ia langsung berlari ke arah kamarnya.
Tanpa pikir panjang aku langsung menuju pintu
asrama untuk melihat siapa tamu yang datang.
Pintu pun terbuka.
“Tadi itu........
.......Tiffany kah??”
Seorang namja langsung melontarkan pertanyaan
padaku sesaat setelah aku membuka pintu.
“Ehh i-iya oppa...” jawabku dengan terbata
karena masih bingung mengapa Tiffany langsung pergi ke kamarnya, dan mengapa
namja itu mengenal Tiffany.
“Hmm arraseo. Oh iya aku hanya ingin
mengembalikan bukumu yang tertinggal, Taeyeon”
“Ah kamsahamnida, oppa” jawabku sambil
tersenyum serta mengambil buku dari genggaman tangan namja itu.
“Dan satu lagi. Itu......Apakah kau besok
setelah pulang sekolah tak ada kesibukan?”
“Besok? Iya, aku tak ada kegiatan apa-apa
sepulang sekolah. Ada apa ya?” Tanyaku bingung.
“Aku hanya ingin mengajakmu berjalan-jalan
besok. Apakah kau mau?”
*DEG*
Aku kaget sekaligus senang dan tidak percaya
akan tawarannya itu. Rasanya aku ingin meloncat-loncat kegirangan saat itu,
tapi tak mungkin. Aku harus menjaga image-ku di depannya.
Apakah akan semacam kencan? Pikirku dalam
hati.
“Ne, aku mau” jawabku sambil tersenyum agak
malu.
“Oke baiklah. Besok setelah pulang sekolah ya”
“Iya, Hyesung oppa”
-End flashback-
Ya, hari
ini Hyesung oppa akan mengajakku berjalan-jalan.
Entah
kemana dan entah apa yang dia rencanakan. Yang penting, aku akan berkencan
dengannya.
“Kim
Taeyeon”
Kudengar
suara yang sangat familiar memanggil namaku.
“I-iya”
“Daripada
kau senyum-senyum tidak karuan begitu, lebih kerjakan soal nomor empat di
depan”
“Aishh...jinjja... Kwon Lucy memang
menyebalkan” ujarku dalam hati.
Kulihat
tangannya meyodorkan spidol berwarna hitam kearahku.
Aku tidak
berkata-kata, segera kuraih spidol dari tangannya dan langsung berjalan ke
whiteboard yang terpampang di depan kelas.
“Matilah aku” kataku dalam hati sambil
melihat soal nomor empat yang tertulis di whiteboard.
*****
“Ya!
Sunny!! Kan sudah kubilang biar aku duluan yang masuk!” teriak seorang yeoja
berbadan tinggi dan ramping.
“Sooyoung-ah!
Aku duluan!” balas yeoja lain dengan teriakan juga.
Seorang
yeoja yang sedang duduk manis di sofa melihat ke arah pintu asrama.
“Berisik
sekali kalian berdua...” katanya dengan memegangi kompres di keningnya.
Mereka
berdua sepertinya tidak menghiraukan perkataannya, malah sibuk berdesakkan di
pintu untuk berebut masuk ke asrama.
“Ya!!
Dasar bantet!” ejek Sooyoung pada yeoja yang berdesakkan dengannya yang memang
dapat dibilang pendek.
“Mworago?!”
pekik Sunny karena tidak terima atas ejekan tersebut.
“Hey
cepatlah masuk, aku mau tidur. Capek” ucap seorang yeoja yang menunggu mereka
berdua untuk masuk.
“Ah diam
dululah, Sica. Ini aku sedang berusaha untuk masuk!” balas Sooyoung sambil
mendorong-dorong Sunny agar ia memiliki celah agar bisa masuk.
Sementara
itu, Ozawa yang sudah di dalam, berjalan menuju sofa kemudian duduk di situ.
“Hmm...Kau
masih sakit, Tiffany?” tanyanya pada yeoja yang memegangi kompres di dahinya.
“Ne”
“Lebih
baik kau beristirahat saja di kamar, Fany-ah”
“Tidak,
aku di sini saja, Ozawa”
“Hmm..
tanganmu yang terkena kaca belum sembuh juga?” tanya Ozawa sambil memperhatikan
tangan kanan Tiffany.
“Ah iya,
masih agak sakit”
“Arraseo...”
Ozawa kemudian mengambil kompres dari kening Tiffany, kemudian memegang keningnya.
“Masih panas
ya. Kau sudah makan? Sudah minum obat?”
“Belum”
“Belum
apa?”
“Belum
keduanya”
“Aigoo Fany...
Bagaimana bisa sembuh kalau begitu. Aku suapi ya?”
Tiffany
menatap Ozawa, kemudian mengangguk perlahan sambil tersenyum kecil.
“Ahh. Kau cantik sekali, Tiffany” batin
Ozawa. Kemudian berjalan menuju ke dapur dengan agak pincang.
‘Brruuukkk’
Seorang
yeoja menjatuhkan diri ke sofa, tepat di sebelah Tiffany.
“Sudah
puas main-mainnya?” tanya Tiffany sambil menyenderkan kepala ke senderan sofa.
“Belum,
tadi aku dikalahkan oleh si bantet itu” jawab yeoja itu sambil mengambil remote
TV dari meja.
‘Buaaakkk’
Belum
sempat memencet tombol di remote tersebut, sebuah pukulan telak menghantam
kepala Sooyoung dengan bantal.
Ia
menengok ke belakang.
“Sunny-ya!!
Apa maksudmu?!”
“Salah
sendiri kau mengataiku bantet” jawab Sunny sambil lari ke atas menuju kamarnya.
“Aishh
jinjja... anak itu...” Sooyoung segera menyusul Sunny ke atas.
“Mereka berdua mesra sekali ya. Jarang-jarang
aku dan Taeyeon bisa seperti itu” Tiffany membantin sambil mengembalikan
remote TV ke tempat semula.
Tak lama
kemudian, Ozawa datang dengan membawa sepiring makanan di tangan kanannya.
Kemudian
duduk di sebelah Tiffany.
“Fany....
Ayo makan” ujar Ozawa mengagetkan Tiffany yang tadi memejamkan matanya.
“Ah. Ne...”
“Buka
mulutnya. Aaaaa...” Ozawa menyodorkan sesendok ke arah mulut Tiffany.
“Ahh
Ozawa, tak usah pakai suara begitu. Kan aku maluuu...” Muka Tiffany memerah.
“Hahaha
baiklah” ujar Ozawa memperhatikan Tiffany yang salah tingkah itu.
“Ini cepat
dimakan” lanjut Ozawa menyodorkan sendok tadi.
Tiffany
membuka mulutnya, dan menyantapnya perlahan.
“Bagaimana?
Enak?”
“Iya
enak^^” jawab Tiffany mantap sambil tersenyum.
Suapan
demi suapan pun diberikan oleh Ozawa.
“Andaikan kau mengerti apa yang kurasakan
sekarang ini...”
“...Aku sangat menyayangimu, Tiffany”
“Nah
sekarang minum obat ya, Fany”
Tiffany
hanya mengangguk perlahan.
Tanpa
mereka sadari, seseorang memperhatikan mereka dari pintu asrama yang masih
terbuka.
Genggaman
tangannya yang kuat membuat sampul buku kimia yang dipegangnya tersobek.
Di sampul
buku tersebut tertulis sebuah nama.
Kim
Taeyeon.
Terdengar
suara pintu asrama ditutup.
Kedua
yeoja yang sedang duduk di sofa serentak menatap ke arah datangnya suara.
“Hei
kenapa baru pulang, Taeng?” tanya seorang yeoja.
Taeyeon
tak menjawab, hanya memperlihatkan buku yang ia pegang saja sudah dapat membuat
mereka berdua mengerti.
“Ah,
seperti biasa ternyata” ujar Ozawa sambil mengangguk-angguk.
Ya.
Seperti biasa.
Setiap
Taeyeon tidak bisa mengerjakan soal yang diberikan oleh Kwon Lucy, ia akan
dipanggil ke ruang guru untuk dinasehati sekaligus diajari.
Tentu saja
tentang kimia.
Taeyeon
berjalan menaiki tangga dengan wajah tertunduk.
Ozawa
kembali ke dapur untuk membersihkan piring yang tadi dipakai Tiffany.
“Ozawa,
aku ke kamar dulu ya” teriak Tiffany yang cukup terdengar sampai ke dapur.
Perlahan Tiffany
berjalan menaiki tangga.
Di depannya
masih tampak Taeyeon yang sedang membuka pintu kamar mereka.
“Annyeong
Fany” sapa Taeyeon tanpa menoleh pada Tiffany, tanpa senyuman sedikitpun.
“Annyeong”
balas Tiffany, tentunya dengan tersenyum kearah Taeyeon.
Namun
mungkin ia tak melihat senyuman itu.
Serentak mereka
berdua pun masuk ke kamar.
“Taeyeon?”
“Hmm?”
katanya sambil menaruh tas berwarna biru mudanya dengan agak dilempar.
TIFFANY POV
Taeyeon
seperti mengacuhkanku, tak seperti biasanya dia begini.
Bahkan aku
belum melihat matanya menatap ke arah mataku.
Aku coba
memanggil namanya.
“Taeyeon”
“Hmm?”
jawabnya, sambil melemparkan tas miliknya ke kursi belajarnya.
Matanya
tetap tidak menatapku, seolah-olah aku tidak ada di sana.
“Ah, ani
ani” kataku sambil menjatuhkan diri ke kasur.
“Ish...
dasar kau ini” Taeyeon mengambil handuk dan berjalan menuju kamar mandi.
“Aku mandi
dulu ya”
Aku segera
berlari ke arah kamar mandi.
“Ehh
tunggu Taeyeon!” kataku sambil menahan pintu yang hampir tertutup.
“Wae? Kau
mau ikut?”
“Iya...”
jawabku tanpa pikir panjang.
Taeyeon
menarikku ke dalam kamar mandi yang sempit itu.
“Tidak
boleh! Weekkk...” ujarnya sambil menusuk-nusuk perutku dengan jarinya dan
mendorongku keluar kamar mandi.
“Aigoo Taeyeon... Aku kira beneran”
batinku dalam hati agak kecewa.
“Haha
sudah jangan terlihat kecewa begitu” canda Taeyeon.
“Sana
ganti perban lukamu itu” lanjutnya sambil menatap kearah tangan kananku.
“Ah. Ne,
ne...”
Aku
menatap kearah Taeyeon, ia hanya tersenyum simpul.
Aku duduk
sebentar sambil membayangkan apa yang sedang dilakukan Taeyeon sekarang.
“Astaga Tiffany. Apa yang kau pikirkan...”
Aku segera
menghilangkan lamunanku yang tadi.
Kemudian
teringat perkataan Taeyeon barusan
“Aduh. Perban
mana perban...” Aku menjelajahi
sekeliling kamar dengan mataku.
“Ah,
memang harus dicari”
Aku
berjalan menuju lemari kecil di ujung kamar, tak sengaja sekilas melihat perban
yang ada di meja milik Taeyeon.
“Hmm.. ini
dia”
Segera
kuraih perban itu.
‘DRRRRRTTTTTT’
Seketika
sebuah benda bergetar agak keras sehingga menimbulkan bunyi.
Aku
menatap kearah sumber bunyi, di ujung meja.
“Handphone milik Taeyeon....”
Benda itu
tetap bergetar. Sepertinya ada yang menelepon.
Kuintip
sedikit ke layar HP-nya.
Tampak
tulisan hangul bertuliskan “LeeTeuk” tertulis di situ.
“LeeTeuk....”
“.....siapa itu??”
*****
“Sudahlah,
jangan menghubungiku lagi...”
“.........”
“Kata-katamu
sampah”
“..........”
“Aku tak
peduli, aku tak mengenalmu”
“..........”
“Sudahlah
oppa! Kita sudah putus! Kau tak ingat, hah?!”
‘Tut tut
tut’
Telepon
pun ditutup sebelum orang diseberang sana menyelesaikan pembicaraannya.
TIFFANY POV
Dari balik
pohon kulihat seorang yeoja yang memakai baju berwarna kuning sedang
bercakap-cakap di telepon.
Aku
melihatnya dari belakang, sehingga aku tak dapat melihat wajahnya.
Sayup-sayup
aku mendengar setiap perkataan yang dikatakannya.
“Sudahlah,
jangan menghubungiku lagi...”
Dari
suaranya, aku rasa suaranya itu sudah tak asing lagi di telingaku.
“Kata-katamu
sampah...Aku tak peduli, aku tak mengenalmu”
Aku
mendengar yeoja itu kembali berbicara, kali ini dengan nada agak kesal.
Kudengar setiap perkataannya dengan cermat.
“Sudahlah
oppa! Kita sudah putus! Kau tak ingat, hah?!”
Katanya
lagi sambil kemudian menekan tombol merah di handphonenya.
Dari
suaranya yang sedari tadi kudengar dengan cermat, dapat kuyakinkan. Itu
Taeyeon.
Ia
menutupi mukanya, dapat kulihat badannya agak bergetar.
“Taeyeon.......menangis?”
Aku
berniat untuk menghampirinya.
“Tae...”
Langkahku
terhenti setelah melihat seorang namja yang sudah menghampirinya duluan.
Terlihat
namja itu melepaskan tangan Taeyeon dari wajahnya yang ditutupi.
Ia
mengelus lembut pipi Taeyeon.
Sepertinya
menghapus air matanya yang membasahi pipinya.
‘Grep’
Taeyeon
memeluknya.
Pelukannya
itu disambut dengan hangat.
Masih
terdengar sayup-sayup suara tangisan Taeyeon.
Kuperhatikan
cara namja itu memeluk Taeyeon.
Cara namja
itu mengusap-usap kepala Taeyeon.
Cara namja
itu menepuk-nepuk punggung Taeyeon.
Cara namja
itu.....mencium kening Taeyeon.
Aku mengepalkan
tangan kananku erat-erat.
Tangan
yang masih terbalut perban itu.
Tak peduli
sakit yang kurasa.
Tidak
lebih sakit dari rasa sakit hati ini.
Aku sangat
mengingat bagaimana cara Hyesung memelukku.
Cara
Hyesung mencium keningku.
Cara
Hyesung menepuk-nepuk punggungku saat aku menangis.
Cara
Hyesung mengusap-usap kepalaku dan memelukku saat aku sedih.
“Hmmm....Kurasa aku mengenalnya.” Batinku
dalam hati.
“Dia.......”
“.....Hyesung”
-ToBeContinued-
-ToBeContinued-
lanjutttttttt!
ReplyDelete:D
siaapp :'D
ReplyDeleteKejam sekali hyesung
ReplyDeletesabar pany ahh, tae hanya untukmu^^