“B-Bagaimana
kayu ini bisa menancap di sini?” Taeyeon berkata sambil tergagap-gagap karena
saking terkejutnya melihat banyak darah di sana.
“Ah apa yang harus kulakukan??” Ia sangat
kebingungan melihat Ozawa yang sudah tak berdaya. Kepanikannya terlihat dari nafasnya yang
memburu dan detak jantungnya yang sangat cepat.
“Bagaimana
kalau kucabut kayunya?” tanya Taeyeon walaupun sebenarnya ia takut. Ozawa hanya
mengangguk, tak mampu untuk berkata-kata. Sekali lagi Taeyeon melihat ke kayu
yang menancap tersebut.
“Uh, melihatnya saja sudah ngilu, apalagi
mencabutnya” Taeyeon bergumam dalam hatinya. Tapi ia memberanikan diri, tak
tega melihat Ozawa yang terus mengerang kesakitan. Tak tega melihat sahabat
yang telah menyelamatkan nyawanya itu terus meneteskan air matanya.
“Ka-Kalau kau
t-tak berani, biar aku saja ya-yang mencabutnya” tiba-tiba Ozawa berkata sambil
menahan perih.
“Ehh?”
Tanpa banyak
berpikir, Ozawa langsung mencabut kayu tajam yang menancap di kakinya.
“AAARRGGGHHH”
Ia pun berteriak. Darah mengalir dari luka sepanjang 5 cm itu.
‘Pleekk’
Terdengar suara kayu tadi digeletakkan oleh Ozawa. Rasa perih menyebar ke
seluruh kaki kanannya, ditambah lagi air hujan yang terus menghujani lukanya
itu.
Taeyeon tetap bersama Ozawa, di tengah
kegelapan. Terlihat seseorang datang menerobos derasnya hujan malam itu.
Tiffany, dia datang ke arah Taeyeon dan Ozawa.
TAEYEON POV
Aku tak bisa melihat ekspresi Tiffany yang
kaget melihat keadaan Ozawa, ya , karena sekelilingku gelap, tak terlihat
apa-apa. Seberkas cahaya menerpa wajahku, sangat terang.
“Ah, untung saja Tiffany membawa senter”
aku bersyukur dalam hati.
“T-Taeyeon..
Mengapa Ozawa bisa seperti itu??” Tiffany bertanya padaku.
“Sudahlah,
mengobrolnya nanti saja di asrama! Sekarang yang penting kita bawa Ozawa ke
rumah sakit!”
“B-Baiklah”
Tiffany menjawab, tubuhnya gemetaran, sudah pasti karena kedinginan.
“Kau bagian
kiri, aku bagian kanan” kukatakan itu pada Tiffany.
Aku
mengangkat bagian kanan Ozawa, mengaitkan lengannya ke belakang leherku, terasa
lebih ringan dari yang pertama. Tentu saja karena Tiffany membopong bagian kiri
Ozawa.
Kulihat
Ozawa, di sekitar bibirnya masih menempel bekas darah yang sudah mengering.
Matanya sayu, mungkin sudah terlalu lelah menahan sakit di bagian kakinya. Dan
juga karena terlalu banyak megeluarkan air mata. Aku dan Tiffany menyamakan
langkah kaki, untuk memudahkan Ozawa berjalan dengan satu kaki, karena kaki
satu lagi sangat sakit walaupun hanya digerakkan sedikit.
Hujan tetap
turun dengan deras, sedangkan malam semakin larut. Aku tak bisa membayangkan
apa yang dirasakan Ozawa saat ini. Tak terasa kami bertiga pun sampai di depan
rumah sakit yang satu kompleks dengan SMA HyoSang. Terlihat beberapa orang ke
luar dari pintu RS tersebut.
“Ayo masuk,
sebelum luka pada kakinya bertambah parah” kataku sambil kembali berjalan
memasuki rumah sakit. Darahnya tetap keluar dari kakinya, menetes ke lantai
rumah sakit yang berwarna krem itu. Seketika seorang wanita berpakaian serba
putih mendekati kami, kemudian ia melihat ke arah luka Ozawa. Tanpa pikir
panjang ia mengambil sebuah tempat tidur pasien yang biasa berada di rumah
sakit dan kembali pada kami “Bantu aku menaikinya ke tempat tidur ini” ujar
wanita yang kira-kira berumur lima puluh tahun itu.
“Baik suster”
aku dan Tiffany menjawab serentak.
Suster itu
mendorong tempat tidur ke arah sebuah ruangan yang tak jauh dari tempat kami
berdiri. Kulihat ke arah papan yang berada di atas pintu tersebut.
“UNIT GAWAT
DARURAT”
Ya, itulah
yang tertulis di papan itu.
“Uhh, kuharap dia baik-baik saja”
Aku meraih
tangan Tiffany dan mengajaknya duduk di kursi kosong tepat di depan ruang UGD
tersebut. Kurasa kursi tempat kami duduk bergetar-getar, kulihat sekeliling
lukisan-lukisan yang tergantung dengan indah di dinding, tak ada yang goyang
satu pun, jadi tak mungkin kalau itu gempa.
Aku menoleh
ke arah Tiffany. Ah, ternyata dia menggigil, membuat kursi ini bergetar-getar.
“Apa kau tak
sebaiknya kembali ke asrama dahulu??” Tanyaku pada Tiffany.
“T-Tidak ah,
aku ingin menemanimu di sini”
“Yah sudah
kalau begitu”
Seorang
dokter memasuki ruangan UGD, gaya berjalannya itu terlihat seperti ia adalah
dokter yang professional. Saking professionalnya sampai-sampai kertas dari
dalam map yang dipegangnya jatuh satu-persatu.
“Eh.. terlihat bodoh” bagiku. Terlihat
seorang suster mengikutinya dari belakang, sambil memunguti kertas-kertas yang
jatuh tadi.
“Uh kebiasaan
buruk” kata suster itu yang sebenarnya menggerutu sendiri tapi terdengar
olehku.
Ia masuk ke
dalam ruang tersebut. Keheningan menyelimuti koridor rumah sakit tersebut,
tentu saja, jam sudah menunjukkan pukul 09.00 malam. Tiba-tiba aku mendengar
lagu mengalun merdu, terdengar seperti dekat sekali. Lagu yang sangat kusukai.
“Hmm.. Fany, dari mana asalnya lagu ini??”
“Tuh dari
situ” sambil menunjuk ke arah saku seragamku.
“Haha,
ternyata dari HP ku sendiri” Aku mengambil HP ku dari saku seragam, cukup basah
karena terkena hujan tadi, untung saja tidak rusak.
Satu pesan
diterima.
To: Taeyeon
Unnie, kau kemana saja? Tadi
Tiffany mencarimu, sudah ketemu dengannya? Kau di mana sekarang??
-Yoona-
“Dari siapa?”
tanya Tiffany padaku sambil terus menggosok-gosok kedua tangannya karena
kedinginan.
To: Yoona
Ya, aku sudah bertemu dengannya.
Sekarang aku sedang di rumah sakit bersama Tiffany.
-Taeyeon-
“Dari Yoona”
aku menjawab setelah membalas sms itu.
“Jinjja? Apa
kau bisa minta tolong padanya untuk membawakan pakaian ganti ke sini?”
To: Taeyeon
Mwo? Apa yang terjadi dengan
Tiffany?
-Yoona-
“Oh iya,
benar juga kau. Lagi pula kan hujannya sudah berhenti” Aku menjawab tanpa
memalingkan wajahku dari layar handphone.
To: Yoona
Bukan, bukan pada Tiffany. Tapi Ozawa,
ia terluka saat menolongku. Sebaiknya kau ke sini jika ingin tahu lebih banyak,
dan sekalian tolong bawakan pakaianku dan pakaian Tiffany. Hehe..Kamsahamnida.
-Taeyeon-
To: Taeyeon
Oh begitu? Baiklah aku akan
segera ke sana.
-Yoona-
“Sudah??” tanya
gadis di sebelahku.
“Ya, mungkin
sebentar lagi dia akan ke sini”
“Oh begitu..
Eh Taeyeon, aku ke toilet dahulu ya??”
“Hmm” Aku
hanya menganggukan kepala, sambil memikirkan bagaimana nasib Ozawa.
Aku menyadari
seseorang berjalan dari ujung koridor, sepertinya seorang namja. Perawakannya
cukup tinggi, memakai t-shirt lengan panjang yang digulung sedikit. Ia terlihat
sibuk memainkan HP nya di tangan kanan sehingga tak memperhatikan sekelilingnya
dan membawa beberapa map di tangan kirinya. Ketika ia berjalan di depanku, tak
sengaja ia menendang kakiku yang dari tadi terjulur ke depan.
‘Duk’
Aku kaget. “Untung saja dia tak terjatuh” pikirku.
Map beserta isi-isinya berserakan di lantai, tanpa pikir panjang aku langsung
menghampiri namja yang sedang membereskan berkas-berkas yang terjatuh itu.
“Ehh..M-Mianhae”
kataku padanya sambil membantunya mengumpulkan berkas-berkas tersebut.
“Ah aniyo,
tak apa-apa. Lagian ini kan salahku berjalan tak lihat-lihat”
“Tidak ini
salahku, menghalangi orang jalan saja”
Aku membantu
membereskan berkas-berkas yang berserakan itu. Aku meraih selembar kertas yang
satu-satunya tersisa di lantai, tak kusangka tangannya pun meraih kertas itu.
Tangan kami pun bersentuhan, aku langsung menarik tanganku, dan menunduk karena
malu, mukaku memerah. Dia hanya tersenyum, senyumannya itu
“Manis sekali..” pikirku.
Ia pun
berdiri, dan melirik pada jam tangannya.
“Ahh sudah
terlambat, aku duluan ya” Dengan sedikit terburu-buru ia berlari menuju pintu
rumah sakit.
“Sekali lagi
aku minta maaf!!” Aku membungkukkan badan dan berteriak ke arahnya. Dia menoleh
padaku sambil tersenyum. Dan menghilang dari hadapanku.
Beberapa
detik aku terpaku berdiri di situ, memikirkan kejadian tadi.
“Uhh keren nya.. Namanya siapa ya?? Kenapa
aku tadi tidak menanyakannya??” Aku senyum-senyum sendiri seperti salah
tingkah dan melihat Tiffany keluar dari toilet.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Heh, kenapa
kau senyum-senyum sendiri seperti itu?”
“Hhehe”
“Eh malah
nyengir lagi. Ada apa sih?”
“Haha, tadi
aku ketemu seorang namja lho..”
“Mwo? Di
mana? ”
“Di sini,
baru saja ia pergi.. Ahh aku tak tahan melihat senyumannya. Apalagi mukanya..
uh menggemaskan..”
Taeyeon terus
membicarakan tentang namja itu sementara Tiffany hanya pasrah mendengarkannya.
Tiffany terbakar api cemburu, ia tak rela Taeyeon jatuh ke pelukan orang lain
apalagi seorang namja. Walaupun ia menyadari hubungannya dengan Taeyeon hanya
sebagai seorang sahabat, sahabat yang baik, sahabat yang sangat dekat, ia tak
rela melepaskan Taeyeon.
“..ah
sepertinya dia juga ramah, tampak dari kelakuannya padaku..” Taeyeon tetap
melanjutkan ceritanya yang panjang lebar itu, sedangkan Tiffany mau tak mau
harus mendengarkan segala perkataan Taeyeon.
‘Kreekkk’
pintu masuk rumah sakit terbuka, terlihat 2 gadis berjalan menuju mereka dengan
muka khawatir.
“D-Di mana
Ozawa??” Salah satu dari gadis itu bertanya.
“Dia masih di
dalam, belum ada kabar dari tadi” Taeyeon menjawab sambil meraih tas yang di
pegang gadis itu.
“Ini
pakaianku dan pakaian Tiffany kan? Kamsahamnida, Yoona”
“Ne..” Yoona
menjawab dengan simpel.
Taeyeon dan
Tiffany pun pergi ke toilet untuk mengganti baju mereka yang masih basah karena
hujan yang sangat deras tadi.
“Ayo kita
duduk, Seohyun” Yoona meraih tangan Seohyun dan menariknya untuk duduk di kursi.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sementara
itu, Taeyeon dan Tiffany berganti pakaian di ruang ganti.
“Ah memang
kacau itu si Yoona..” terdengar Tiffany menggerutu dari kamar ganti pakaian di
sebelah tempat Taeyeon.
“Ha? Kenapa
memangnya?”
“Masa dia
membawakanku baju tidur?!”
“Omo, baju
tidur?? Ahahaha” Taeyeon tertawa lepas.
“Aduh, kan
aku malu di tempat umum seperti ini!”
“Sudahlah
pakai saja yang ada daripada basah-basahan seperti tadi” kata Taeyeon sambil
keluar kamar ganti.
“Fany ah,
sudah belum?? Lama amat sih gantinya, aku mau lihat piyamamu nih. Hahaha” ledek
Taeyeon.
“Tapi kau
jangan tertawa ya?”
‘Kllekk’
Tiffany
membuka kunci kamar ganti yang dipakainya dan keluar sambil menutupi piyamanya
itu.
“Bwahahaha!!”
Seketika tawa Taeyeon meledak, menghancurkan keheningan di ruang ganti yang
hanya dihuni oleh mereka berdua. Terlihat Tiffany memakai piyama berwarna pink,
dengan renda-renda di bagian pergelangan tangan dan pergelangan kaki, serta
pita di bagian lehernya.
“Ihh.. jahat
kau Taeyeon” Tiffany menunjuk ke arah Taeyeon.
“Mianhae Fany
ah.. aku- hahaha aku tak- hhaha aku tak tahan melihatnya. Hhahaha” kata Taeyeon
sambil terus menahan tawanya.
“Uh, awas kau
ya” Tiffany memasang mata seram pada Taeyeon, menggembungkan pipinya pertanda bahwa
ia marah.
“Haha.. kau
cantik sekali kalau sudah marah” Taeyeon mencolek pipi Tiffany saking gemasnya.
“Sudahlah, ayo lihat apakah Ozawa sudah keluar atau belum..” lanjut Taeyeon
yang kemudian meraih tangan Tiffany dan berjalan keluar dari kamar ganti.
Di sana masih
terlihat dua gadis yang duduk manis menunggu seseorang keluar dari ruangan UGD.
Salah satu dari mereka terlihat tersenyum-senyum saat melihat Tiffany, tetapi
gadis di sebelahnya malah tertawa terbahak-bahak ketika melihat Tiffany keluar
ruang ganti.
Tiffany
mendatangi mereka
“Heh, apa
yang kau tertawakan?”
“Hahaha,
darimana kau dapat baju badut itu?” Tanya Yoona menahan tawanya, menunjuk ke
arah piyama yang dipakai Tiffany.
“Huu.. ini
kan kau yang membawakannya tau”
“Oh iyakah??
Kupikir itu hanya baju biasa. Hahha mianhae unnie..”
“Iya sudahlah
Fany ah, mungkin karena dia terburu-buru, jadi asal ambil baju saja” sergah
Taeyeon, kemudian ia menyusul Tiffany yang segera duduk di kursi yang cukup
jauh dari ruang UGD.
“Kau lucu kok
kalau pakai baju ini, apalagi kalau wajahmu memerah seperti itu” sambung
Taeyeon sambil menahan tawanya, terbawa suasana karena suara tawa Yoona yang
tidak tanggung-tanggung.
Tiffany
cemberut, melihat para teman-temannya menertawakannya. Taeyeon mendekatkan
wajahnya pada wajah Tiffany.
“Mianhae Fany
ah” kemudian ia mencium pipi Tiffany.
“Ihh.. apaan
sih kau ini, pake cium-cium segala...”
“Lagi dong Taeyeon” Tiffany membantin
dalam hatinya.
“Kan aku cuma
bercanda.. Ahaha lihat, mukamu tambah merah tuh seperti tomat” ejek Taeyeon
lagi.
“Hihi apaan
sih, malu tau”
“Sini mau aku
cium lagi, hah?” canda Taeyeon.
Ketika sedang
asik-asiknya bergurau berduaan, tiba-tiba seorang gadis berhenti di depan
mereka setelah melangkah dengan susah payah memakai tongkatnya. Tiffany melihat
bagian kaki kanan gadis itu.
“Diperban??”
“O-Ozawa?”
tanya Tiffany seketika dan kemudian melihat wajah gadis itu. Ya, itu Ozawa.
“Ah?? Kau
baik-baik saja Ozawa? Kakimu sudah sembuh? Apa masih sakit?” Ozawa dihujani
pertanyaan oleh Taeyeon yang dari tadi mengkhawatirkannya.
“Ne..” Ozawa
menjawab dengan dingin, ia tak memandang wajah Taeyeon, entah kenapa. Mungkin
gara-gara kejadian tadi. Tiffany tahu bahwa Ozawa masih marah dengan kejadian
di kamar tadi, kemudian ia pura-pura pergi dan berkata “Ah.. ini.. aku...aku
saja yang mengurus keuangannya ya, nanti biar kuberikan pada kepala asrama
untuk ditangani” Sepertinya Tiffany mencari-cari alasan untuk tidak mendengarkan
tentang masalah itu lagi dan pergi.
“Hmm.. Sini
kubantu kau kembali ke asrama” tawar Taeyeon pada Ozawa.
“Gwenchana,
aku dengan Yoona saja”
“Eh?? Memang
kenapa kalau denganku?”
“Ani.. tidak
apa-apa”
“Ada apa dengan dia? Tidak seperti biasanya
menolak bantuan dariku” Taeyeon mengangkat alis karena merasa ada yang
aneh.
“Oh begitu,
ya sudah” kata Taeyeon terlihat kecewa.
Yoona yang
dari tadi berdiri di sebelah Ozawa kemudian memegang lengan Ozawa dan
membantunya untuk berjalan kembali ke asrama. Taeyeon tetap terpaku, berdiri di
tempat itu, sambil memikirkan kenapa Ozawa bersikap seperti itu padanya.
‘Tapp’
Seorang gadis menepuk pundak Taeyeon.
“Ayo unnie,
jangan bengong terus, kita kembali ke asrama”
“Ah Seohyun, apa
tidak sebaiknya kita menunggu Tiffany dulu??”
“Tiffany? Dia
kan sudah sejak tadi kembali ke asrama..”
“Mwo?? Dia
sudah duluan? Sejak kapan?”
“Tadi saat
kau mengobrol dengan Ozawa, setelah mengurus keuangan dia langsung keluar rumah
sakit, seperti terburu-buru”
“Ckck anak itu, ingin lari dari masalah
rupanya” gerutu Taeyeon dalam hati.
“Hmm.. ya
sudahlah ayo” Taeyeon meraih tangan Seohyun dan segera keluar dari rumah sakit.
Di jalan menuju asrama, mereka bercakap-cakap.
“Unnie, boleh
aku tanya sesuatu??” Ujar Seohyun.
“Mwo??”
“Kau ada
masalah dengan...”
“...Ozawa
ya?” Seohyun dengan agak canggung bertanya tentang masalah itu.
*DEG*
Taeyeon
langsung memalingkan pandangan ke arah Seohyun, ia kaget karena mendapat
pertanyaan yang tidak disangka-sangka.
“Unnie,
tanganmu... gemetar??”
“Ehh.. iya
ini.. emm.. mu-mungkin karena kedinginan” Taeyeon mencoba mengalihkan
pembicaraan, menggosok-gosokkan kedua tangannya supaya terlihat benar-benar
kedinginan.
“Ya sudah nih
pakai jaketku saja” Seohyun meletakkan jaketnya di punggung Taeyeon.
“Kamsahamnida”
“Yah. Sudah
agak hangat kan??”
“Ne...”
“Hmm.. lalu
bagaimana dengan pertanyaanku tadi?”
“Sialan, dia ingat” Taeyeon mengumpat
dalam hati.
“Ah?
Pertanyaan yang mana yaa?”
Seohyun
menarik nafas panjang dan membuangnya perlahan. “Yang tentang Ozawa itu, Unnie”
“Oh itu..
haha. Aku dan Ozawa tidak ada apa-apa kok” Kebohongan Taeyeon terlihat dari
tangannya yang semakin gemetaran.
“Wah ternyata
kau masih kedinginan, yah” Sindir Seohyun setelah merasakan tangan Taeyeon yang
gemetar lagi.
“Hmm ba-baiklah,
aku memang ada masalah dengan Ozawa, tapi hanya masalah sepele kok” ujar
Taeyeon.
“Tak mungkin
masalah sepele. Aku tahu betul bagaimana sifat Ozawa, kau kira setelah tinggal
2 tahun bersama di asrama itu, aku tak tahu apa-apa tentang Ozawa? Aku tahu
betul bagaimana eratnya persahabatan kalian” Seohyun meyakinkan Taeyeon.
“Ah mianhae
Seohyun..tentang ... ma-masalah itu..” Taeyeon tergagap-gagap, tak tahu harus
bicara apa. Keringat mulai keluar dari kulit Taeyeon yang seputih porselen itu,
wajahnya merah padam.
“Jadi begini
kejadiannya...” Akhirnya Taeyeon mendapat keberanian untuk bercerita tentang
masalahnya dengan Ozawa. Ia menceritakan secara runtun tentang kejadian itu
dari awal sampai akhir. Seohyun terkejut saat Taeyeon menyebutkan nama Tiffany
dalam penjelasannya itu.
“Omo, jadi
Tiffany juga terlibat??”kata Seohyun sambil memiringkan kepalanya tanda tak
percaya.
“Ne..
Lalu...” ‘Bla bla bla’ Taeyeon kembali melanjutkan ceritanya setelah tadi
sempat terhenti oleh pertanyaan Seohyun.
“Hahaha, jadi
itu hanya salah paham saja ya?”
“Yah begitu,
Ozawa tetap tak percaya pada omonganku”
“Tunggu.. Apa
kau tidak curiga kalau Tiffany yang...”
“...sengaja
menimpamu?” Seohyun agak berbisik pada Taeyeon.
*DEG*
“Tiffany??
Se-sengaja menimpaku?” Taeyeon memikirkan pertanyaan Seohyun tadi.
“Benar juga ya? Kalau ia tak sengaja, kenapa dia tak
langsung berdiri setelah jatuh tepat di atas tubuhku? Aku bahkan sama sekali belum berpikir sampai
situ. Tapi untuk apa ia sengaja menimpaku?” Ia
penasaran tentang hal itu. Tapi ia tetap memendamnya dalam hati, tak berani untuk
menanyakan hal itu pada Tiffany.
“Kau
sebaiknya tanyakan itu pada Tiffany” Tiba-tiba Seohyun berkata itu baru saja
setelah Taeyeon memutuskan untuk tidak menanyakannya.
“Seohyun
ah..” Taeyeon menghentak-hentakan kedua kakinya secara bergantian, sikap
kekanak-kanakannya mulai muncul.
“Sudahlah
nanti saja lagi membicarakannya” Seohyun membuka pintu asrama, tak terasa
mereka sudah tiba di sana. Terlihat 7 orang gadis mengelilingi seorang gadis
yang sedang terduduk di sofa ruang tengah, kakinya masih terbalut oleh perban
berwarna putih pucat tersebut. Ya, sepertinya Ozawa sedang menceritakan apa
yang telah terjadi padanya, mereka semua mendengarkan dengan serius.
“Ehh Taeyeon,
beruntung sekali kau ditolong olehnya” celetuk seorang gadis yang sibuk memakan
cemilannya. “Ah iya..” Tanpa pikir panjang Taeyeon langsung menuju sofa dan
duduk di sebelah Ozawa. Ia merangkul pundak Ozawa dan memegang tangannya. “Untung
saja ada kau. Kamsahamnida, Ozawa. Hehe”
“Iya, kau
kan...”
“...sahabat
terbaik yang kumiliki” jawab Ozawa dengan menunjukkan senyuman kecil ke arah
Taeyeon.
TAEYEON POV
*DEG*
Ah, lega
rasanya saat Ozawa mengatakan hal itu padaku, apalagi dengan melihat
senyumannya itu. Hmm, apa dia sudah melupakan kejadian di kamar tidur itu? Apa
dia menganggap itu adalah sebuah kecelakaan seperti yang dikatakan Tiffany?
Atau dia menganggap bahwa itu adalah kejadian yang disengaja? Aku
bertanya-tanya dalam hati, tak berani menanyakannya. Tapi aku menganggap masalah
itu belum selesai, ada sesuatu yang masih mengganjal di hatiku. Dan Ozawa pun
pasti merasakannya juga. Dari jauh aku melihat Seohyun memperhatikan kami
berdua, dan tersenyum padaku. Aku pun membalasnya dengan senyuman puas.
Sepuas-puasnya senyumku, tak akan menghilangkan sesuatu yang mengganjal di
hatiku ini.
“Lalu
bagaimana dengan biaya rumah sakitnya??” Yuri bertanya, membuat Jessica yang
sedang tidur di bahunya itu terbangun.
“Kalau
masalah itu aku sudah tangani” Tiffany menjawab duluan sebelum aku menjawab.
“Sudah kuberikan pada pengurus asrama agar semua biayanya ditanggung sekolah”
lanjutnya.
“Oh, I see”
Yuri kembali menyenderkan kepala Jessica di bahunya.
Waktu sudah
menunjukkan pukul 11 malam. Satu persatu siswi berjalan menuju ke kamarnya
untuk tidur, tinggal kami bertiga yang masih berada di ruang tengah menonton
TV. Aku, Tiffany dan Ozawa.
“Hooaahhm”
Tiffany menguap “Enghh, aku tidur duluan ya...”
“Ya” aku
menjawab. Ozawa melirik ke arah Tiffany dan mengangguk perlahan sambil
tersenyum. Tapi kali ini senyumannya itu...
“...senyuman yang tulus” pikirku dalam hati.
“O-Ozawa??”
“Ya,
Taeyeon??”
“Emmm.. itu..
aku sekali lagi berterima kasih padamu karena telah menolongku tadi” Aku
berterima kasih lagi pada Ozawa karena merasa bersalah, membuat kakinya menjadi
terluka seperti itu.
“Iya iya,
tadi kan kau sudah bilang...”
“Hehe.. Kalau
tidak ada kamu, pasti tadi aku sudah-”
“Stop, jangan
diteruskan lagi perkataanmu. Itu hal yang paling tak mau kudengar seumur
hidupku, apalagi jika terjadi pada sahabatku, sahabat terbaikku” Ozawa memotong
perkataanku, senyuman tulus kembali tersirat di wajahnya yang cantik. Aku
memandangi Ozawa, ia menyadari itu dan membalas pandanganku. Sebuah pelukan
hangat mendarat di tubuh Ozawa. Ya, aku memeluknya. Kami berdua berpelukkan,
ditemani cahaya remang-remang dari TV yang masih menyala. Tanpa melepaskan
pelukan itu, aku mendekatkan mulutku ke telinga Ozawa.
“Kamsahamnida...”
“...Ozawa ah”
Setetes cairan bening keluar dari mataku, mendarat tepat di bahu kanan Ozawa.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
‘Deerrrtttttt-deerrrtttttttttt’
Suara getaran
sebuah benda membuatku terbangun di pagi itu, segera kuambil benda yang
bergetar itu. Ya, handphoneku bergetar, satu pesan diterima.
To: Taeyeon
Heh bangun, mau tidur sampai kapan?
-Tiffany-
“Sampai puas!!”
Aku berteriak ke arah Hpku dan kembali tidur.
“Haha..Taeyeon..
kenapa kau??” Seorang gadis sepertinya bertanya ke arahku, suaranya sangat
kukenali.
“Ehh Ozawa,
aniyo.. tidak apa-apa” aku langsung terbangun.
Ozawa seperti
menahan tawanya, mungkin karena melihatku berteriak ke HP tadi.
“Micheosseo??
Hahaha” tanya Tiffany yang tiba-tiba muncul dari balik Ozawa.
“Fany ah!!
Kau ganggu aku tidur saja!” Kulempar guling ke arah Tiffany, tapi tidak kena.
“Eitss..
tidak kena. Hahaha.. Eh, aku dan Ozawa mau ke rumah sakit untuk mengecek
keadaan luka Ozawa, apa kau mau ikut, Taeyeon??” Tanya Tiffany, ia melempar
kembali guling tadi.
‘Blukk’ Tepat
mengenai mukaku.
“Mianhae
Tae-ah. Hahaha” kata Tiffany lalu memalingkan wajah ke arah Ozawa “Eh Ozawa,
sepertinya Taeyeon tidak mau ikut, kita pergi sekarang yuk”
“Oh..
baiklah. Kalau kau mau menyusul boleh saja. Dadah Taeyeon” ujar Ozawa sambil
menggandeng tangan Tiffany dan berjalan perlahan-lahan karena kakinya yang
masih sakit. Aku terbengong.
“Tiffany...”
“... dan Ozawa?? Mereka sudah akrab lagi? Tapi sejak
kapan?”
Apa Ozawa
benar-benar sudah melupakan kejadian itu ya? Apakah Tiffany sudah
menjelaskannya lagi pada Ozawa? Ataukah Ozawa memendamnya dalam hati? Ya, pasti
ia memendamnya dalam hati, seperti yang kurasakan ini,masih ada sesuatu yang
mengganjal di hatiku. Ah sudahlah Taeyeon, tak usah dipikirkan lagi, kan malah
lebih baik kalau begini, seperti tidak ada beban pikiran lagi.
Kurapikan
tempat tidurku, dan melirik ke arah jam dinding. Pukul 08.30. Ya, hari ini
sekolah diliburkan karena ada rapat guru mendadak. Segera aku mandi dan menuju
ke ruang tengah, sudah cukup banyak yang berkumpul.
“Selamat pagi
semua” sapaku pada mereka yang sedang asik dengan urusannya sendiri.
“Pagi
Taeyeon” jawab mereka semua.
“Pagi Tae!!”
jawab Sooyoung telat, makanan di mulutnya berhamburan keluar karena berteriak.
“Ihh jorok
sekali kau” Sunny menyenggol Sooyoung dengan kakinya yang terjulur di atas
sofa.
“Hahaha.
Mianhae mianhae” Makanan berhamburan lagi dari mulut Sooyoung.
“Eh Taeyeon,
kau tidak ikut Tiffany mengantarkan Ozawa??” Hyoyeon bertanya padaku.
“Ya, sebentar
lagi aku menyusul kok”
“Di rumah
sakit kemarin kan??” Yoona ikut-ikutan bertanya.
“Ne, rumah
sakit kemarin” jawabku, dan kemudian berpikir.
“Rumah sakit kemarin. Ah sebaiknya aku
kesana! Siapa tau bisa ketemu sama namja keren itu lagi.”
Niatku yang
tadinya ingin menemani Ozawa, berubah menjadi ingin bertemu dengan seorang
namja. Dengan agak terburu-buru, aku berlari menuju RS HyoSang tersebut. Begitu
sampai di sana, langsung kutemui Ozawa dan Tiffany yang sedang duduk di ruang
tunggu. Tapi tak kulihat adanya kehadiran namja itu.
“Sudah puas
tidurnya, Taeyeon??” Sindir Ozawa padaku.
“Yah
lumayanlah” Aku menjawab sambil celingukan kesana kemari tak tentu arah, siapa
tahu ada namja itu lagi.
“Heh, kau
mencari siapa sih??” Tanya Tiffany penasaran.
“Ahh bukan
siapa-siapa kok. Hhehe”
“Oh
jangan-jangan namja kemarin ya?” tanya Tiffany sambil cemberut.
“Siapa??”
Ozawa bertanya pada Tiffany, tapi ia hanya mengangkat bahunya.
“Namja yang mana Tae? Apa aku tahu?” Ozawa
giliran bertanya padaku.
“Aniyo.. kau
tak tahu, Tiffany juga tak tahu. Pokoknya namja itu keren sekali, mukanya
menggemaskan, apalagi saat tersenyum...” aku pun mulai mengoceh tentang namja
itu.
‘Bla bla bla’
Tiffany hanya bertopang dagu mendengarkan ucapanku, sementara itu Ozawa
sepertinya serius mendengarkannya.
Ozawa
menyipitkan mata, menatap ke arahku dan berkata “Ouh Taeyeon, akhirnya kau
bertobat juga. Hahaha” ejek Ozawa.
“Ehh? Sialan
kau Ozawa, memang kau kira aku ini lesbi, hah??” Aku tidak menyipitkan mata
karena mataku memang sudah sipit.
“Haha, kau
bukan lesbi ya??”
“Ya, aku bukan. Tapi sering sekali aku lebih
tertarik pada yeoja dibandingkan namja (sepertinya sama saja ya?)” batinku
dalam hati.
“Bukan dong,
aku kan penyuka sesama je-... eh maksudku penyuka lawan jenis”
“Hahaha oke
oke, aku tahu itu” ujar Ozawa sambil menyenggolku.
“MARIA OZAWA”
Terdengar
suara memanggil nama Ozawa, dari sebuah speaker tentunya. Kemudian aku dan
Tiffany berdiri, membantu Ozawa berjalan menuju ruang pemeriksaan.
“Ya sampai
sini saja, kalian berdua boleh menunggu di luar” ujar seorang suster.
“Emm,
kalungnya boleh dititipkan pada temannya mungkin?” lanjut suster itu, menunjuk
ke kalung dengan huruf T yang sedang dipakai Ozawa.
“Oh iya” Ia
melepas kalungnya dan menitipkannnya padaku. Tiffany dan aku kembali duduk di
ruang tunggu tadi.
“Ah kalung ini, ia selalu memakainya”
batinku sambil mencoba meraba kalung dengan huruf O yang kupakai. Kucoba meraba
leherku, tak ada apa pun tergantung di situ.
“Mana...
kalungku?!” aku agak berteriak karena terkejut. Tiffany yang sedang bengong pun
tersentak kaget.
“Kalung apa?”
tanyanya.
“Itu lho,
yang ada huruf O nya!” jawabku sambil mencari-cari di kolong kursi dan setiap
sudut ruang tunggu itu. Tiffany kemudian ikut mencarinya.
“Apa jangan-jangan terjatuh tadi saat aku
berlari ke sini??” Tanpa berpikir dua kali, aku langsung menitipkan kalung
Ozawa ke Tiffany.
“Fany aku mau
cari di luar, siapa tahu terjatuh! Aku minta tolong kau tetap cari di situ ya!”
Teriakku sambil berlari keluar rumah sakit. Ia hanya menganggukan kepala.
“Uuuh mana
ya? Di mana ya kalung itu? Duh gawat sekali kalau sampai hilang..” Kepanikanku
mulai naik. “Bagaimana bisa aku mencari di halaman rumah sakit seluas ini?!”
Aku mulai frustasi.
Aku mulai
meraba-raba di daerah rerumputan, seperti orang bodoh saja.
“Atau jangan-jangan... tertinggal di
asrama??!”
Kurogoh saku
dan mengambil Hpku, menelepon seseorang.
‘Tuuuttt’
“Halo??”
“Halo
Seohyun! Bisa minta tolong? Tolong lihat apa ada kalung yang tertinggal di
kamarku?”
“Oh iya sebentar...”
Aku tetap
meraba-raba rerumputan sambil menunggu jawab Seohyun di seberang sana. Kuharap
jawabannya “Ya, kalungnya ada di sini,
tertinggal di kamarmu” Tapi kenyataannya tidak.
“Halo unnie? Aku sudah mencari
di kamar, di lantai, di lemari, di kamar mandi. Tak kutemukkan kalungmu”
“Kau sudah
teliti mencarinya??”
“Sangat”
“Ya sudah,
kamsahamnida!” aku buru-buru menutup teleponnya.
‘Tuuut tuut
ttttut’
“Ah sialan, di mana ya kalungku terjatuh??”
Sekarang aku
giliran mencarinya di atas aspal, cukup susah karena warnanya agak-agak sama
dengan kalung itu. Keringat mulai menetes dari wajahku.
‘Drrrttt-derrrtttttt’
Hpku bergetar, sepertinya ada yang menelepon.
“Ah Seohyun! Sepertinya dia menemukan kalungku! ”
Buru-buru aku
menekan tombol hijau di HP ku.
“Halo, apa
kau telah menemukan kalungnya, Seohyun??”
“Halo, apa kau telah menemukan
kalungnya, unnie??”
“...........”
“Ah kau ini!
Kukira kau sudah menemukannya!!”
“Oh jadi belum ketemu?? Ah
mianhae unnie”
“Yah
sudahlah, aku mau mencarinya lagi!” ku tutup lagi teleponnya dan mulai mencari
lagi di atas aspal.
‘Tapp’
Kurasakan seseorang menyentuh pundakku. Aku tak menghiraukannya, tetap serius
dalam pencarian kalung yang terjatuh itu.
‘Tapp’ Ia
menyentuhku lagi, kali ini dengan sentuhan yang cukup lembut. Aku sama sekali
tak berniat untuk menengok ke belakang.
‘Tapp’
Lagi-lagi ia menyentuh pundakku. “Siapa
sih ini orang?? Mengganggu saja” Dengan agak kesal terpaksa aku memalingkan
badan ke arah orang itu. Seorang namja.
*DEG*
“Namja itu...”
“...............................................................................................”
“......namja yang kemarin!!!”
“Hey, apa kau
mencari ini” Dia memperlihatkan kalung dengan gantungan huruf O itu.
“KYAAA, kerennyaaa” aku berteriak-teriak
dalam hati.
“Ahh iya!!
Kamsahamnida!”
“Hmmm, kau...
gadis kemarin malam itu kan??”
“I-Iya, kau
masih ingat??”
“Iya, aku
ingat sekali wajahmu. Lain kali kalau punya barang berharga simpan baik-baik
yah”
“Oh iyaa,
sekali lagi terima kasih banyak!!”
“Ne, aku
duluan ya” katanya sambil melangkah pergi.
“Ah kerennya. Walaupun hanya memakai t-shirt dan
celana pendek, bagiku terlihat seperti pangeran yang menunggang kuda putih”
Khayalan anehku mulai muncul.
Tiba-tiba aku
teringat, aku belum mengetahui namanya!
“Hei
tunggu!!” Aku mengejarnya dari belakang, untung ia mendengar teriakanku dan
segera berhenti.
“Ada apa
lagi??” Tanyanya padaku.
“Ki-kita
belum berkenalan...” aku berusaha berbicara sambil ngos-ngosan karena mengejarnya
tadi.
“Ah iya,
bodohnya aku ini. Haha”
“Taeyeon
imnida... Kim Taeyeon” aku menjulurkan tanganku ke arahnya.
“Oh Taeyeon,
nama yang indah. Sama seperti orangnya”
Aku tertunduk,
tersipu malu karena mendengar pujiannya yang tertuju padaku. Sudah lama aku tak
mendengar pujian seorang namja, terakhir kali aku mendengarnya dari Lee Teuk
oppa.
“Lalu
namamu??”
“Oh iya. Namaku.....”
Aku merasakan tangannya meraih tanganku yang dari tadi terjulur.
Aku merasakan tangannya meraih tanganku yang dari tadi terjulur.
“Kim Hyesung”
jawabnya sambil memperlihatkan senyum manisnya padaku.
No comments:
Post a Comment