Sunday, October 7, 2012

My (Girl) Friend: Chapter 5

CHAPTER 5


Tetes demi tetes air jatuh dari mata seorang yeoja yang kini tengah sendirian di sebuah kamar yang hanya ditemani sinar lampu yang remang-remang. Ia terduduk dipojokan kamar sambil memeluki lututnya setelah apa yang terjadi dengannya barusan. Semacam ia tak percaya apa yang dilihatnya barusan itu.

“Kenapa? Kenapa dia ada di sini?!! Brengsek!”

Yeoja itu mengumpat-umpat dalam hati, sambil terus mencakar-cakar karpet tempat ia duduk.
Tanpa disadari air matanya terus mengalir membasahi pipinya.

‘Dukk’

Ia menjedukkan kepalanya ke tembok yang tepat berada di belakangnya. Kini hanya terdengar suara tangisannya yang disertai kuku-kuku indahnya bergesekan dengan karpet itu. Seketika ia memejamkan matanya. Terbesit gambaran wajah seorang namja yang baru saja ia lihat.

Sesak.
Hanya itulah yang ia rasakan saat ini.

“Namja babo!!”

Lagi-lagi ia mengumpat dalam hati.
Tangannya kini telah terbasahi akibat mengelap air mata yang sedari tadi terus mengalir.
Tiba-tiba ia teringat perkataan namja itu...

“Ini aku mau mengembalikan buku Taeyeon....”

Tiba-tiba yeoja itu memikirkan sesuatu yang membuat dadanya semakin sesak.

“Apakah namja yang dibicarakan Taeyeon selama ini adalah... KIM HYESUNG??”

Semakin sesak.
Itulah yang dirasakannya sekarang.
Ia memegangi dadanya. Menahan rasa sakit. Rasa sakit yang bertambah setelah menyadari hal tersebut.

Taeyeon itu milikku....

Yeoja itu membantin sambil mengepalkan tangannya dengan erat.

Mengapa namja itu selalu hadir dalam hidupku... Namja tak tahu malu itu...berani-beraninya mengambil milikku...

Tangannya mulai memerah. Genggamannya pun semakin erat. Air matanya tak kunjung reda.
Tak sengaja ia melihat sebuah foto yang terpampang di atas lemari kecil di sebelah tempat tidur. Ia pun mengambilnya.
 Tetesan air mata membasahi foto itu. Foto seorang yeoja yang selama ini ia kenal sangat dekat.

“Taeyeon...”

“...saranghae”

Dua buah kata keluar dari mulutnya...
Dua buah kata yang ingin diucapkan sedari dulu kepada pemilik foto itu.
Dua buah kata yang ‘mungkin’ dapat menyatukan perasaan mereka berdua.
Namun, harapan kini mungkin telah lenyap.

Tanpa sadar kini foto itu telah menjadi gumpalan kertas yang tergenggam dalam tangannya.
Lagi-lagi air mata keluar, membasahi pipi yeoja bernama Tiffany itu.
Tampak sebuah cermin yang cukup besar terpajang di depannya.
Dilihatnya seorang yeoja yang berada dalam cermin itu.
Tangannya tetap tergenggam dengan erat, lebih erat dari yang tadi.
Terbayang seorang namja berdiri disebelahnya, membisikkan sesuatu...
“Aku akan selalu mengikutimu, Tiffany...”

“Hyesung namja sialan!!”

‘BRUKK’

‘PRAAANG’

Sebuah pukulan yang cukup keras menghantam cermin yang tergantung di dinding.

                                                                            *****

‘Tok Tok Tok’

Terdengar suara pintu diketuk.
“Tiffany....”
Seseorang memanggil nama yeoja itu.
“Fany ah...” Kembali seseorang memanggilnya.
“Apa kau tidak apa-apa? Apa yang terjadi?” Lanjutnya.
Hening. Tak ada jawaban dari Tiffany.

‘Kreekk’

Terdengar suara pintu dibuka. Yeoja yang baru saja masuk ke kamar itu terkejut melihat temannya, sahabat terdekatnya, Tiffany, terduduk di pojok ruangan.
“Fanyy!!? Aa-apa yang terjadi?! ”

Terlihat darah berlumuran di bagian punggung tangan yeoja itu.

*****

TIFFANY POV
 
“Aku di mana? Sedang apa? Tanganku... kenapa?!”
Seketika aku melihat sekeliling kamar. Tatapanku tertuju pada sebuah cermin yang hancur tergantung di tembok. Kurasakan seseorang menggoyang-goyangkan badanku.

“Tiffany.. Tiffanyy.. Ka-kamu kenapa??”

“Suara itu...”
Tampak seorang yeoja dengan rambut diikat sedang memandang kearahku. Entah kenapa tangannya mengelus-elus pipiku. Ia terlihat sangat panik. Air mata menetes dari matanya.
 “Eh Taeyeon??”
“Fany... i-itu...a-apa yang k-kaupikirkan??!” tanyanya dengan terbata-bata sambil menghapus air mata.
Aku tidak menjawab dan hanya menunduk.
“Aihh, a-aku obati ya” tawar Taeyeon sambil masih sedikit terisak dan menatap tangan kananku yang luka.
Aku hanya mengangguk perlahan.
Taeyeon keluar kamar untuk mengambil obat merah dan perban.
Apakah tadi aku pingsan?” aku membantin dalam hati sambil meringis menahan rasa sakit di tangan kananku.
Aku melihat pecahan-pecahan kaca yang berserakan di lantai.

*DEG*

Aku baru ingat apa yang tadi terjadi padaku.
Dan itu sangat menyakitkan untuk diingat.

Namja itu...” kataku dalam hati sambil mengepalkan tangan kiriku, karena tangan kananku sudah terlalu sakit untuk digerakkan.

 Taeyeon pun kembali ke kamar dengan kotak obat-obat di tangan kanannya, serta membawa perban ditangan kirinya.
Kemudian ia duduk di sebelahku. Memegang pergelangan tanganku dan mulai membersihkan darah yang berlumuran di punggung tanganku.
“Umm... Taeyeon?”
“Ne, Fany? ”Ia menengadahkan kepalanya.
Aku diam saja, tidak menjawab. Jarak antara wajahku dan wajahnya kini sangat berdekatan.
Jantungku berdegup kencang.
Sepasang mataku hanya tertuju pada bola matanya.
Aku menggerakkan tangan kiriku, mencoba untuk menyentuh pipi Taeyeon.
Matanya masih tertuju ke arahku. Kucoba membelai lembut pipi Taeyeon yang mulus itu.
Taeyeon tersentak kaget.
“Aissshh Fanyyy.....” Taeyeon langsung menahan tanganku dan langsung menunduk.
Mukanya langsung berubah menjadi merah padam dan kembali berpura-pura sibuk mengobati tanganku.
“Astaga... apa yang barusan aku lakukan?” gumamku dalam hati.
“Fany ah... Tanganmu kenapa bisa berdarah begini sih?” Taeyeon bertanya, mungkin agar suasana tidak kaku akibat perlakuan anehku barusan.
“Oh ini.. umm... tak apa-apa, tadi aku hanya kesal saja” jawabku dengan menahan sakit karena tanganku yang masih diobati.
“Hmm boleh aku tahu kesal gara-gara apa? Mungkin aku bisa bantu” Tanya Taeyeon sambil mengembangkan senyumnya.

“Aniyo Taeyeon. Malahan kau tidak boleh tahu tentang ini” Aku menjawab dalam hati.

“Ani... Hanya masalah kecil kok” jawabku sambil membalas senyum manisnya.
“Masalah kecil ya? Sampai-sampai kau meninju cermin begitu?” tanya Taeyeon agak menyindir. 
Aku membalasnya hanya dengan tersenyum simpul.
Kuperhatikan setiap gerakan tangannya yang menyentuh lembut tanganku. Setiap gesekan kulitnya yang bergesekan dengan kulitku membuat diriku melupakan masalah tadi untuk sementara waktu.

Aku ingin kau selalu berada di sampingku seperti ini, Taeyeon” aku berbicara dalam hati.

“Done!” Kata Taeyeon mengagetkan aku yang sedang memperhatikannya dari tadi.
Ia kembali tersenyum ke arahku.
“Ah ne... gomawo Taeng” Jawabku sambil memamerkan eyesmile.
Terlihat balutan perban menutupi setengah punggung tanganku.
“Sudahlah, biar aku saja yang membereskan itu” kataku pada Taeyeon yang mengambil beberapa pecahan kaca yang berserakan di lantai akibat kutinju tadi.
“Ah arraseo. Hmm.. aku ke ruang tengah dulu ya” Balas Taeyeon sambil pergi meninggalkanku dengan membawa kotak obat-obat dan perban tadi.
“Tunggu Taeyeon...”
“Ne, Fany?”
“Hmm.. anu...jangan beritahu ini ke siapa-siapa ya?” kataku sedikit berbisik.
“Ah, baiklah” jawabnya sambil kemudian menutup pintu kamar perlahan.
Keheningan kembali menyelimuti seisi kamar.
Cahaya lampu yang remang –remang pun tetap menyinari seorang yeoja yang kembali meneteskan air matanya.

Aku butuh waktu untuk sendiri” batinku dalam hati.

                                                                                 *****

Cahaya matahari yang menyelinap melewati celah-celah jendela menerpa wajah seorang yeoja yang masih tertidur dengan pulas.
Sinar matahari yang menerpa wajahnya membuat wajah yeoja itu terlihat sangat cerah, walaupun dalam hatinya sangatlah kelam.
Tangannya yang dibalut perban terlihat tergontai menyentuh karpet yang hangat karena terpaan sinar matahari pagi.
Lap yang agak basah terlihat menutupi kening yeoja yang tertidur pulas itu. Ya, ada semacam kompres yang terletak di keningnya.
Sebuah tangan seseorang menyentuh lembut pipi yeoja itu.
Pori-pori tangannya bergesekan dengan pori-pori kulit pipi yeoja tersebut.
Senyuman terkembang di wajah yeoja yang terduduk di sebelah tempat tidur.
“Apa yang sedang kau lakukan di dalam? Cepatlah sebelum gerbang sekolah ditutup” ucapan seorang yeoja terdengar dari balik pintu kamar, disertai dengan ketukan perlahan.
“Ah ne, tunggu sebentar” sahut yeoja lain dari dalam.
Segera ia melepaskan tangannya dari pipi yeoja yang tertidur itu, dan kemudian berdiri.
Langkahnya yang cukup berat dan agak pincang membuat suara gesekan antara sepatu dan karpet cukup terdengar jelas.

‘Krekk’

Pintu dibuka perlahan.
Terlihat yeoja berpakaian seragam yang sudah rapi dengan tas berwarna biru muda tergantung di punggungnya.
“Aihh Ozawa, lama sekali kau di dalam” kata seorang yeoja yang tadi memanggilnya dari luar.
“Ah mian, tadi ada masalah sedikit. Ayo berangkat” jawabnya sambil tersenyum.
“Ehh... Fany masih sakitkah?”
“Sepertinya begitu, Taeng” jawab Ozawa lagi.
“Oke... Kajja” sahut Taeyeon sambil menuntun Ozawa perlahan. Ya, luka di kakinya memang sudah sembuh dan ia sudah tidak membutuhkan tongkat lagi. Tapi kadang ia masih butuh bantuan orang lain untuk membantunya berjalan.
Tangan kanannya menyentuh pinggang Ozawa, tangan kirinya memegang lengan Ozawa. Perlahan-lahan mereka berdua menuruni tangga, menuju ke pintu utama.

                                                                               *****

Sinar matahari yang makin panas membangunkan seorang yeoja yang sedari tadi terbaring di tempat tidurnya. Ia mengangkat kompres, dan memegang keningnya sendiri.
“Panas” ujarnya

TIFFANY POV

-Flashback-
“Tunggu Taeyeon...”
“Ne, Fany?”
“Hmm.. anu...jangan beritahu ini ke siapa-siapa ya?” kataku sedikit berbisik.
“Ah, baiklah” jawab Taeyeon sambil kemudian menutup pintu kamar perlahan.
Keheningan kembali menyelimuti seisi kamar.
“Aku butuh waktu untuk sendiri” batinku dalam hati.

Pikiranku masih kacau balau. Antara menahan rasa sakit di tangan dan memikirkan namja sialan itu.
Kugenggam erat lagi tangan kiriku.
Ingin rasanya aku meremas setiap pecahan cermin yang berserakan tersebut.
Ingin rasanya aku menggoreskannya pada seseorang, pada namja itu, agar ia mengetahui betapa sakit rasa yang kurasakan.
Perlahan kuberdiri, berjalan menuju pecahan cermin tersebut, memungutnya satu-satu dan memasukannya ke plastik.

“Seperti inilah hatiku saat ini, hancur berkeping-keping” ujarku dalam hati.

“Dan seperti inilah kau membuangku” lanjutku sambil melemparkan plastik berisi pecahan cermin tersebut ke dalam tempat sampah.

Seketika keseimbangan badanku mulai goyah, kepalaku terasa pusing tidak karuan. Seperti ingin muntah rasanya. Setelah itu gelap.
 Yang kuingat hanyalah seorang yeoja yang menaruh kompres dikeningku.
Sayangnya aku lupa siapa yeoja itu...
-End Flashback-

Yeoja itu meletakkan kompres di atas laci di sebelah tempat tidur.
Dengan gemetaran tangan kirinya masih memegangi keningnya sendiri.
“Ah..Benar-benar panas” katanya sambil mendesah perlahan.
Ia turun dari tempat tidur, menaruh kakinya di atas karpet yang hangat karena diterpa sinar matahari sejak tadi.
Kemudian ia menatap ke arah jendela.
“Uhh... silau” keluhnya sambil berjalan ke arah jendela.
Karena kamarnya terletak di lantai dua, dari jendela ia dapat melihat sekitaran asrama dengan jelas.
Dari situ juga terlihat gedung SMA HyoSang yang bercatkan coklat muda.
Terlihat juga para pengurus asrama yang sedang berbincang-bincang.
Ada pula para pekerja yang sedang menyapu halaman asrama.
Seketika matanya tertuju pada seseorang yang sedang berjalan tepat di depan asrama mereka, asrama yang berkode S9 itu.
Ia tertegun.
Entah kenapa orang itu tiba-tiba mendongakan kepalanya, melihat ke arah atas.
Melihat tepat ke arah jendela kamar Tiffany.
Dengan segera Tiffany menutup jendela dengan tirai yang berwarna putih krem itu.

Dari kejauhan, seorang namja melihat ke arah jendela dengan tirai berwarna putih krem.
Ia mengangkat alisnya.

“Hmmm....”

“Ternyata benar-benar Tiffany, ya?”

                                                                          *****

Sepasang mata menatap ke arah jarum jam tangan yang dipakainya, sementara tangan kanannya sibuk memutar-mutar pulpen.
Uhh... Sepi ya kalau tidak ada Tiffany” batin seorang yeoja sambil menghela nafasnya.
Ditatapnya kursi kosong di sebelah tempat duduknya.
Ia tersenyum-senyum sendiri tatkala membayangkan Tiffany duduk di sampingnya.
Tiba-tiba ia teringat kejadian tadi malam.

TAEYEON POV
-Flashback-

Brakkk’

Terdengar suara pintu ditutup dengan keras sesaat setelah Tiffany membuka pintu asrama yang tadi diketuk. Ia langsung berlari ke arah kamarnya.
Tanpa pikir panjang aku langsung menuju pintu asrama untuk melihat siapa tamu yang datang.
Pintu pun terbuka.

“Tadi itu........

.......Tiffany kah??”

Seorang namja langsung melontarkan pertanyaan padaku sesaat setelah aku membuka pintu.
“Ehh i-iya oppa...” jawabku dengan terbata karena masih bingung mengapa Tiffany langsung pergi ke kamarnya, dan mengapa namja itu mengenal Tiffany.
“Hmm arraseo. Oh iya aku hanya ingin mengembalikan bukumu yang tertinggal, Taeyeon”
“Ah kamsahamnida, oppa” jawabku sambil tersenyum serta mengambil buku dari genggaman tangan namja itu.
“Dan satu lagi. Itu......Apakah kau besok setelah pulang sekolah tak ada kesibukan?”
“Besok? Iya, aku tak ada kegiatan apa-apa sepulang sekolah. Ada apa ya?” Tanyaku bingung.
“Aku hanya ingin mengajakmu berjalan-jalan besok. Apakah kau mau?”

*DEG*

Aku kaget sekaligus senang dan tidak percaya akan tawarannya itu. Rasanya aku ingin meloncat-loncat kegirangan saat itu, tapi tak mungkin. Aku harus menjaga image-ku di depannya.
Apakah akan semacam kencan? Pikirku dalam hati.

“Ne, aku mau” jawabku sambil tersenyum agak malu.
“Oke baiklah. Besok setelah pulang sekolah ya”
“Iya, Hyesung oppa”
-End flashback-

Ya, hari ini Hyesung oppa akan mengajakku berjalan-jalan.
Entah kemana dan entah apa yang dia rencanakan. Yang penting, aku akan berkencan dengannya.
“Kim Taeyeon”
Kudengar suara yang sangat familiar memanggil namaku.
“I-iya”
“Daripada kau senyum-senyum tidak karuan begitu, lebih kerjakan soal nomor empat di depan”

Aishh...jinjja... Kwon Lucy memang menyebalkan” ujarku dalam hati.
Kulihat tangannya meyodorkan spidol berwarna hitam kearahku.
Aku tidak berkata-kata, segera kuraih spidol dari tangannya dan langsung berjalan ke whiteboard yang terpampang di depan kelas.

Matilah aku” kataku dalam hati sambil melihat soal nomor empat yang tertulis di whiteboard.

                                                                         *****

“Ya! Sunny!! Kan sudah kubilang biar aku duluan yang masuk!” teriak seorang yeoja berbadan tinggi dan ramping.
“Sooyoung-ah! Aku duluan!” balas yeoja lain dengan teriakan juga.
Seorang yeoja yang sedang duduk manis di sofa melihat ke arah pintu asrama.
“Berisik sekali kalian berdua...” katanya dengan memegangi kompres di keningnya.
Mereka berdua sepertinya tidak menghiraukan perkataannya, malah sibuk berdesakkan di pintu untuk berebut masuk ke asrama.
“Ya!! Dasar bantet!” ejek Sooyoung pada yeoja yang berdesakkan dengannya yang memang dapat dibilang pendek.
“Mworago?!” pekik Sunny karena tidak terima atas ejekan tersebut.
“Hey cepatlah masuk, aku mau tidur. Capek” ucap seorang yeoja yang menunggu mereka berdua untuk masuk.
“Ah diam dululah, Sica. Ini aku sedang berusaha untuk masuk!” balas Sooyoung sambil mendorong-dorong Sunny agar ia memiliki celah agar bisa masuk.
Sementara itu, Ozawa yang sudah di dalam, berjalan menuju sofa kemudian duduk di situ.
“Hmm...Kau masih sakit, Tiffany?” tanyanya pada yeoja yang memegangi kompres di dahinya.
“Ne”
“Lebih baik kau beristirahat saja di kamar, Fany-ah”
“Tidak, aku di sini saja, Ozawa”
“Hmm.. tanganmu yang terkena kaca belum sembuh juga?” tanya Ozawa sambil memperhatikan tangan kanan Tiffany.
“Ah iya, masih agak sakit”
“Arraseo...” Ozawa kemudian mengambil kompres dari kening Tiffany, kemudian memegang  keningnya.
“Masih panas ya. Kau sudah makan? Sudah minum obat?”
“Belum”
“Belum apa?”
“Belum keduanya”
“Aigoo Fany... Bagaimana bisa sembuh kalau begitu. Aku suapi ya?”
Tiffany menatap Ozawa, kemudian mengangguk perlahan sambil tersenyum kecil.

Ahh. Kau cantik sekali, Tiffany” batin Ozawa. Kemudian berjalan menuju ke dapur dengan agak pincang.

‘Brruuukkk’

Seorang yeoja menjatuhkan diri ke sofa, tepat di sebelah Tiffany.
“Sudah puas main-mainnya?” tanya Tiffany sambil menyenderkan kepala ke senderan sofa.
“Belum, tadi aku dikalahkan oleh si bantet itu” jawab yeoja itu sambil mengambil remote TV dari meja.

‘Buaaakkk’

Belum sempat memencet tombol di remote tersebut, sebuah pukulan telak menghantam kepala Sooyoung dengan bantal.
Ia menengok ke belakang.
“Sunny-ya!! Apa maksudmu?!”
“Salah sendiri kau mengataiku bantet” jawab Sunny sambil lari ke atas menuju kamarnya.
“Aishh jinjja... anak itu...” Sooyoung segera menyusul Sunny ke atas.

Mereka berdua mesra sekali ya. Jarang-jarang aku dan Taeyeon bisa seperti itu” Tiffany membantin sambil mengembalikan remote TV ke tempat semula.

Tak lama kemudian, Ozawa datang dengan membawa sepiring makanan di tangan kanannya.
Kemudian duduk di sebelah Tiffany.
“Fany.... Ayo makan” ujar Ozawa mengagetkan Tiffany yang tadi memejamkan matanya.
“Ah. Ne...”
“Buka mulutnya. Aaaaa...” Ozawa menyodorkan sesendok ke arah mulut Tiffany.
“Ahh Ozawa, tak usah pakai suara begitu. Kan aku maluuu...” Muka Tiffany memerah.
“Hahaha baiklah” ujar Ozawa memperhatikan Tiffany yang salah tingkah itu.
“Ini cepat dimakan” lanjut Ozawa menyodorkan sendok tadi.
Tiffany membuka mulutnya, dan menyantapnya perlahan.
“Bagaimana? Enak?”
“Iya enak^^” jawab Tiffany mantap sambil tersenyum.
Suapan demi suapan pun diberikan oleh Ozawa.

Andaikan kau mengerti apa yang kurasakan sekarang ini...

“...Aku sangat menyayangimu, Tiffany

“Nah sekarang minum obat ya, Fany”
Tiffany hanya mengangguk perlahan.

Tanpa mereka sadari, seseorang memperhatikan mereka dari pintu asrama yang masih terbuka.
Genggaman tangannya yang kuat membuat sampul buku kimia yang dipegangnya tersobek.
Di sampul buku tersebut tertulis sebuah nama.  

Kim Taeyeon.

Terdengar suara pintu asrama ditutup.
Kedua yeoja yang sedang duduk di sofa serentak menatap ke arah datangnya suara.
“Hei kenapa baru pulang, Taeng?” tanya seorang yeoja.
Taeyeon tak menjawab, hanya memperlihatkan buku yang ia pegang saja sudah dapat membuat mereka berdua mengerti.
“Ah, seperti biasa ternyata” ujar Ozawa sambil mengangguk-angguk.

Ya. Seperti biasa.
Setiap Taeyeon tidak bisa mengerjakan soal yang diberikan oleh Kwon Lucy, ia akan dipanggil ke ruang guru untuk dinasehati sekaligus diajari.
Tentu saja tentang kimia.

Taeyeon berjalan menaiki tangga dengan wajah tertunduk.
Ozawa kembali ke dapur untuk membersihkan piring yang tadi dipakai Tiffany.
“Ozawa, aku ke kamar dulu ya” teriak Tiffany yang cukup terdengar sampai ke dapur.
Perlahan Tiffany berjalan menaiki tangga.
Di depannya masih tampak Taeyeon yang sedang membuka pintu kamar mereka.
“Annyeong Fany” sapa Taeyeon tanpa menoleh pada Tiffany, tanpa senyuman sedikitpun.
“Annyeong” balas Tiffany, tentunya dengan tersenyum kearah Taeyeon.
Namun mungkin ia tak melihat senyuman itu.
Serentak mereka berdua pun masuk ke kamar.

“Taeyeon?”
“Hmm?” katanya sambil menaruh tas berwarna biru mudanya dengan agak dilempar.

TIFFANY POV
Taeyeon seperti mengacuhkanku, tak seperti biasanya dia begini.
Bahkan aku belum melihat matanya menatap ke arah mataku.
Aku coba memanggil namanya.
“Taeyeon”
“Hmm?” jawabnya, sambil melemparkan tas miliknya ke kursi belajarnya.
Matanya tetap tidak menatapku, seolah-olah aku tidak ada di sana.
“Ah, ani ani” kataku sambil menjatuhkan diri ke kasur.
“Ish... dasar kau ini” Taeyeon mengambil handuk dan berjalan menuju kamar mandi.
“Aku mandi dulu ya”
Aku segera berlari ke arah kamar mandi.
“Ehh tunggu Taeyeon!” kataku sambil menahan pintu yang hampir tertutup.
“Wae? Kau mau ikut?”
“Iya...” jawabku tanpa pikir panjang.
Taeyeon menarikku ke dalam kamar mandi yang sempit itu.
“Tidak boleh! Weekkk...” ujarnya sambil menusuk-nusuk perutku dengan jarinya dan mendorongku keluar kamar mandi.

Aigoo Taeyeon... Aku kira beneran” batinku dalam hati agak kecewa.
“Haha sudah jangan terlihat kecewa begitu” canda Taeyeon.
“Sana ganti perban lukamu itu” lanjutnya sambil menatap kearah tangan kananku.
“Ah. Ne, ne...”
Aku menatap kearah Taeyeon, ia hanya tersenyum simpul.
Aku duduk sebentar sambil membayangkan apa yang sedang dilakukan Taeyeon sekarang.

Astaga Tiffany. Apa yang kau pikirkan...
Aku segera menghilangkan lamunanku yang tadi.
Kemudian teringat perkataan Taeyeon barusan
“Aduh. Perban mana perban...”  Aku menjelajahi sekeliling kamar dengan mataku.
“Ah, memang harus dicari”
Aku berjalan menuju lemari kecil di ujung kamar, tak sengaja sekilas melihat perban yang ada di meja milik Taeyeon.
“Hmm.. ini dia”
Segera kuraih perban itu.

‘DRRRRRTTTTTT’

Seketika sebuah benda bergetar agak keras sehingga menimbulkan bunyi.
Aku menatap kearah sumber bunyi, di ujung meja.

Handphone milik Taeyeon....

Benda itu tetap bergetar. Sepertinya ada yang menelepon.
Kuintip sedikit ke layar HP-nya.
Tampak tulisan hangul bertuliskan “LeeTeuk” tertulis di situ.

LeeTeuk....”

.....siapa itu??

                                                                              *****

“Sudahlah, jangan menghubungiku lagi...”
“.........”
“Kata-katamu sampah”
“..........”
“Aku tak peduli, aku tak mengenalmu”
“..........”
“Sudahlah oppa! Kita sudah putus! Kau tak ingat, hah?!”

‘Tut tut tut’
Telepon pun ditutup sebelum orang diseberang sana menyelesaikan pembicaraannya.

TIFFANY POV
Dari balik pohon kulihat seorang yeoja yang memakai baju berwarna kuning sedang bercakap-cakap di telepon.
Aku melihatnya dari belakang, sehingga aku tak dapat melihat wajahnya.
Sayup-sayup aku mendengar setiap perkataan yang dikatakannya.
“Sudahlah, jangan menghubungiku lagi...”
Dari suaranya, aku rasa suaranya itu sudah tak asing lagi di telingaku.
“Kata-katamu sampah...Aku tak peduli, aku tak mengenalmu”
Aku mendengar yeoja itu kembali berbicara, kali ini dengan nada agak kesal. Kudengar setiap perkataannya dengan cermat.
“Sudahlah oppa! Kita sudah putus! Kau tak ingat, hah?!”
Katanya lagi sambil kemudian menekan tombol merah di handphonenya.
Dari suaranya yang sedari tadi kudengar dengan cermat, dapat kuyakinkan. Itu Taeyeon.
Ia menutupi mukanya, dapat kulihat badannya agak bergetar.

Taeyeon.......menangis?

Aku berniat untuk menghampirinya.
“Tae...”
Langkahku terhenti setelah melihat seorang namja yang sudah menghampirinya duluan.
Terlihat namja itu melepaskan tangan Taeyeon dari wajahnya yang ditutupi.
Ia mengelus lembut pipi Taeyeon.
Sepertinya menghapus air matanya yang membasahi pipinya.

‘Grep’

Taeyeon memeluknya.
Pelukannya itu disambut dengan hangat.
Masih terdengar sayup-sayup suara tangisan Taeyeon.
Kuperhatikan cara namja itu memeluk Taeyeon.
Cara namja itu mengusap-usap kepala Taeyeon.
Cara namja itu menepuk-nepuk punggung Taeyeon.
Cara namja itu.....mencium kening Taeyeon.

Aku mengepalkan tangan kananku erat-erat.
Tangan yang masih terbalut perban itu.
Tak peduli sakit yang kurasa.
Tidak lebih sakit dari rasa sakit hati ini.

Aku sangat mengingat bagaimana cara Hyesung memelukku.
Cara Hyesung mencium keningku.
Cara Hyesung menepuk-nepuk punggungku saat aku menangis.
Cara Hyesung mengusap-usap kepalaku dan memelukku saat aku sedih.

Hmmm....Kurasa aku mengenalnya.” Batinku dalam hati.

“Dia.......”

“.....Hyesung”

-ToBeContinued-

3 comments: