Thursday, April 5, 2012

My (Girl) Friend: Chapter 3


“B-Bagaimana kayu ini bisa menancap di sini?” Taeyeon berkata sambil tergagap-gagap karena saking terkejutnya melihat banyak darah di sana.
Ah apa yang harus kulakukan??” Ia sangat kebingungan melihat Ozawa yang sudah tak berdaya.  Kepanikannya terlihat dari nafasnya yang memburu dan detak jantungnya yang sangat cepat.
“Bagaimana kalau kucabut kayunya?” tanya Taeyeon walaupun sebenarnya ia takut. Ozawa hanya mengangguk, tak mampu untuk berkata-kata. Sekali lagi Taeyeon melihat ke kayu yang menancap tersebut.
Uh, melihatnya saja sudah ngilu, apalagi mencabutnya” Taeyeon bergumam dalam hatinya. Tapi ia memberanikan diri, tak tega melihat Ozawa yang terus mengerang kesakitan. Tak tega melihat sahabat yang telah menyelamatkan nyawanya itu terus meneteskan air matanya.
“Ka-Kalau kau t-tak berani, biar aku saja ya-yang mencabutnya” tiba-tiba Ozawa berkata sambil menahan perih.
“Ehh?”
Tanpa banyak berpikir, Ozawa langsung mencabut kayu tajam yang menancap di kakinya.
“AAARRGGGHHH” Ia pun berteriak. Darah mengalir dari luka sepanjang 5 cm itu.
‘Pleekk’ Terdengar suara kayu tadi digeletakkan oleh Ozawa. Rasa perih menyebar ke seluruh kaki kanannya, ditambah lagi air hujan yang terus menghujani lukanya itu.
 Taeyeon tetap bersama Ozawa, di tengah kegelapan. Terlihat seseorang datang menerobos derasnya hujan malam itu. Tiffany, dia datang ke arah Taeyeon dan Ozawa.

TAEYEON POV
 Aku tak bisa melihat ekspresi Tiffany yang kaget melihat keadaan Ozawa, ya , karena sekelilingku gelap, tak terlihat apa-apa. Seberkas cahaya menerpa wajahku, sangat terang.
Ah, untung saja Tiffany membawa senter” aku bersyukur dalam hati.
“T-Taeyeon.. Mengapa Ozawa bisa seperti itu??” Tiffany bertanya padaku.
“Sudahlah, mengobrolnya nanti saja di asrama! Sekarang yang penting kita bawa Ozawa ke rumah sakit!”
“B-Baiklah” Tiffany menjawab, tubuhnya gemetaran, sudah pasti karena kedinginan.
“Kau bagian kiri, aku bagian kanan” kukatakan itu pada Tiffany.
Aku mengangkat bagian kanan Ozawa, mengaitkan lengannya ke belakang leherku, terasa lebih ringan dari yang pertama. Tentu saja karena Tiffany membopong bagian kiri Ozawa.
Kulihat Ozawa, di sekitar bibirnya masih menempel bekas darah yang sudah mengering. Matanya sayu, mungkin sudah terlalu lelah menahan sakit di bagian kakinya. Dan juga karena terlalu banyak megeluarkan air mata. Aku dan Tiffany menyamakan langkah kaki, untuk memudahkan Ozawa berjalan dengan satu kaki, karena kaki satu lagi sangat sakit walaupun hanya digerakkan sedikit.
Hujan tetap turun dengan deras, sedangkan malam semakin larut. Aku tak bisa membayangkan apa yang dirasakan Ozawa saat ini. Tak terasa kami bertiga pun sampai di depan rumah sakit yang satu kompleks dengan SMA HyoSang. Terlihat beberapa orang ke luar dari pintu RS tersebut.
“Ayo masuk, sebelum luka pada kakinya bertambah parah” kataku sambil kembali berjalan memasuki rumah sakit. Darahnya tetap keluar dari kakinya, menetes ke lantai rumah sakit yang berwarna krem itu. Seketika seorang wanita berpakaian serba putih mendekati kami, kemudian ia melihat ke arah luka Ozawa. Tanpa pikir panjang ia mengambil sebuah tempat tidur pasien yang biasa berada di rumah sakit dan kembali pada kami “Bantu aku menaikinya ke tempat tidur ini” ujar wanita yang kira-kira berumur lima puluh tahun itu.
“Baik suster” aku dan Tiffany menjawab serentak.
Suster itu mendorong tempat tidur ke arah sebuah ruangan yang tak jauh dari tempat kami berdiri. Kulihat ke arah papan yang berada di atas pintu tersebut.

“UNIT GAWAT DARURAT”

Ya, itulah yang tertulis di papan itu.
Uhh, kuharap dia baik-baik saja
Aku meraih tangan Tiffany dan mengajaknya duduk di kursi kosong tepat di depan ruang UGD tersebut. Kurasa kursi tempat kami duduk bergetar-getar, kulihat sekeliling lukisan-lukisan yang tergantung dengan indah di dinding, tak ada yang goyang satu pun, jadi tak mungkin kalau itu gempa.
Aku menoleh ke arah Tiffany. Ah, ternyata dia menggigil, membuat kursi ini bergetar-getar.
“Apa kau tak sebaiknya kembali ke asrama dahulu??” Tanyaku pada Tiffany.
“T-Tidak ah, aku ingin menemanimu di sini”
“Yah sudah kalau begitu”
Seorang dokter memasuki ruangan UGD, gaya berjalannya itu terlihat seperti ia adalah dokter yang professional. Saking professionalnya sampai-sampai kertas dari dalam map yang dipegangnya jatuh satu-persatu.
Eh.. terlihat bodoh” bagiku. Terlihat seorang suster mengikutinya dari belakang, sambil memunguti kertas-kertas yang jatuh tadi.
“Uh kebiasaan buruk” kata suster itu yang sebenarnya menggerutu sendiri tapi terdengar olehku.
Ia masuk ke dalam ruang tersebut. Keheningan menyelimuti koridor rumah sakit tersebut, tentu saja, jam sudah menunjukkan pukul 09.00 malam. Tiba-tiba aku mendengar lagu mengalun merdu, terdengar seperti dekat sekali. Lagu yang sangat kusukai.
“Hmm..  Fany, dari mana asalnya lagu ini??”
“Tuh dari situ” sambil menunjuk ke arah saku seragamku.
“Haha, ternyata dari HP ku sendiri” Aku mengambil HP ku dari saku seragam, cukup basah karena terkena hujan tadi, untung saja tidak rusak.
Satu pesan diterima.

To: Taeyeon
Unnie, kau kemana saja? Tadi Tiffany mencarimu, sudah ketemu dengannya? Kau di mana sekarang??
-Yoona-

“Dari siapa?” tanya Tiffany padaku sambil terus menggosok-gosok kedua tangannya karena kedinginan.

To: Yoona
Ya, aku sudah bertemu dengannya. Sekarang aku sedang di rumah sakit bersama Tiffany.
-Taeyeon-

“Dari Yoona” aku menjawab setelah membalas sms itu.
“Jinjja? Apa kau bisa minta tolong padanya untuk membawakan pakaian ganti ke sini?”

To: Taeyeon
Mwo? Apa yang terjadi dengan Tiffany?
-Yoona-

“Oh iya, benar juga kau. Lagi pula kan hujannya sudah berhenti” Aku menjawab tanpa memalingkan wajahku dari layar handphone.

To: Yoona
Bukan, bukan pada Tiffany. Tapi Ozawa, ia terluka saat menolongku. Sebaiknya kau ke sini jika ingin tahu lebih banyak, dan sekalian tolong bawakan pakaianku dan pakaian Tiffany. Hehe..Kamsahamnida.
-Taeyeon-

To: Taeyeon
Oh begitu? Baiklah aku akan segera ke sana.
-Yoona-

“Sudah??” tanya gadis di sebelahku.
“Ya, mungkin sebentar lagi dia akan ke sini”
“Oh begitu.. Eh Taeyeon, aku ke toilet dahulu ya??”
“Hmm” Aku hanya menganggukan kepala, sambil memikirkan bagaimana nasib Ozawa.
Aku menyadari seseorang berjalan dari ujung koridor, sepertinya seorang namja. Perawakannya cukup tinggi, memakai t-shirt lengan panjang yang digulung sedikit. Ia terlihat sibuk memainkan HP nya di tangan kanan sehingga tak memperhatikan sekelilingnya dan membawa beberapa map di tangan kirinya. Ketika ia berjalan di depanku, tak sengaja ia menendang kakiku yang dari tadi terjulur ke depan.
‘Duk’
Aku kaget. “Untung saja dia tak terjatuh” pikirku. Map beserta isi-isinya berserakan di lantai, tanpa pikir panjang aku langsung menghampiri namja yang sedang membereskan berkas-berkas yang terjatuh itu.
“Ehh..M-Mianhae” kataku padanya sambil membantunya mengumpulkan berkas-berkas tersebut.
“Ah aniyo, tak apa-apa. Lagian ini kan salahku berjalan tak lihat-lihat”
“Tidak ini salahku, menghalangi orang jalan saja”
Aku membantu membereskan berkas-berkas yang berserakan itu. Aku meraih selembar kertas yang satu-satunya tersisa di lantai, tak kusangka tangannya pun meraih kertas itu. Tangan kami pun bersentuhan, aku langsung menarik tanganku, dan menunduk karena malu, mukaku memerah. Dia hanya tersenyum, senyumannya itu

Manis sekali..” pikirku.

Ia pun berdiri, dan melirik pada jam tangannya.
“Ahh sudah terlambat, aku duluan ya” Dengan sedikit terburu-buru ia berlari menuju pintu rumah sakit.
“Sekali lagi aku minta maaf!!” Aku membungkukkan badan dan berteriak ke arahnya. Dia menoleh padaku sambil tersenyum. Dan menghilang dari hadapanku.
Beberapa detik aku terpaku berdiri di situ, memikirkan kejadian tadi.
Uhh keren nya.. Namanya siapa ya?? Kenapa aku tadi tidak menanyakannya??” Aku senyum-senyum sendiri seperti salah tingkah dan melihat Tiffany keluar dari toilet.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

“Heh, kenapa kau senyum-senyum sendiri seperti itu?”
“Hhehe”
“Eh malah nyengir lagi. Ada apa sih?”
“Haha, tadi aku ketemu seorang namja lho..”
“Mwo? Di mana? ”
“Di sini, baru saja ia pergi.. Ahh aku tak tahan melihat senyumannya. Apalagi mukanya.. uh menggemaskan..”
Taeyeon terus membicarakan tentang namja itu sementara Tiffany hanya pasrah mendengarkannya. Tiffany terbakar api cemburu, ia tak rela Taeyeon jatuh ke pelukan orang lain apalagi seorang namja. Walaupun ia menyadari hubungannya dengan Taeyeon hanya sebagai seorang sahabat, sahabat yang baik, sahabat yang sangat dekat, ia tak rela melepaskan Taeyeon.
“..ah sepertinya dia juga ramah, tampak dari kelakuannya padaku..” Taeyeon tetap melanjutkan ceritanya yang panjang lebar itu, sedangkan Tiffany mau tak mau harus mendengarkan segala perkataan Taeyeon.
‘Kreekkk’ pintu masuk rumah sakit terbuka, terlihat 2 gadis berjalan menuju mereka dengan muka khawatir.
“D-Di mana Ozawa??” Salah satu dari gadis itu bertanya.
“Dia masih di dalam, belum ada kabar dari tadi” Taeyeon menjawab sambil meraih tas yang di pegang gadis itu.
“Ini pakaianku dan pakaian Tiffany kan? Kamsahamnida, Yoona”
“Ne..” Yoona menjawab dengan simpel.
Taeyeon dan Tiffany pun pergi ke toilet untuk mengganti baju mereka yang masih basah karena hujan yang sangat deras tadi.
“Ayo kita duduk, Seohyun” Yoona meraih tangan Seohyun dan menariknya untuk duduk di kursi.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Sementara itu, Taeyeon dan Tiffany berganti pakaian di ruang ganti.
“Ah memang kacau itu si Yoona..” terdengar Tiffany menggerutu dari kamar ganti pakaian di sebelah tempat Taeyeon.
“Ha? Kenapa memangnya?”
“Masa dia membawakanku baju tidur?!”
“Omo, baju tidur?? Ahahaha” Taeyeon tertawa lepas.
“Aduh, kan aku malu di tempat umum seperti ini!”
“Sudahlah pakai saja yang ada daripada basah-basahan seperti tadi” kata Taeyeon sambil keluar kamar ganti.
“Fany ah, sudah belum?? Lama amat sih gantinya, aku mau lihat piyamamu nih. Hahaha” ledek Taeyeon.
“Tapi kau jangan tertawa ya?”
‘Kllekk’
Tiffany membuka kunci kamar ganti yang dipakainya dan keluar sambil menutupi piyamanya itu.
“Bwahahaha!!” Seketika tawa Taeyeon meledak, menghancurkan keheningan di ruang ganti yang hanya dihuni oleh mereka berdua. Terlihat Tiffany memakai piyama berwarna pink, dengan renda-renda di bagian pergelangan tangan dan pergelangan kaki, serta pita di bagian lehernya.
“Ihh.. jahat kau Taeyeon” Tiffany menunjuk ke arah Taeyeon.
“Mianhae Fany ah.. aku- hahaha aku tak- hhaha aku tak tahan melihatnya. Hhahaha” kata Taeyeon sambil terus menahan tawanya.
“Uh, awas kau ya” Tiffany memasang mata seram pada Taeyeon, menggembungkan pipinya pertanda bahwa ia marah.
“Haha.. kau cantik sekali kalau sudah marah” Taeyeon mencolek pipi Tiffany saking gemasnya. “Sudahlah, ayo lihat apakah Ozawa sudah keluar atau belum..” lanjut Taeyeon yang kemudian meraih tangan Tiffany dan berjalan keluar dari kamar ganti.
Di sana masih terlihat dua gadis yang duduk manis menunggu seseorang keluar dari ruangan UGD. Salah satu dari mereka terlihat tersenyum-senyum saat melihat Tiffany, tetapi gadis di sebelahnya malah tertawa terbahak-bahak ketika melihat Tiffany keluar ruang ganti.
Tiffany mendatangi mereka
“Heh, apa yang kau tertawakan?”
“Hahaha, darimana kau dapat baju badut itu?” Tanya Yoona menahan tawanya, menunjuk ke arah piyama yang dipakai Tiffany.
“Huu.. ini kan kau yang membawakannya tau”
“Oh iyakah?? Kupikir itu hanya baju biasa. Hahha mianhae unnie..”
“Iya sudahlah Fany ah, mungkin karena dia terburu-buru, jadi asal ambil baju saja” sergah Taeyeon, kemudian ia menyusul Tiffany yang segera duduk di kursi yang cukup jauh dari ruang UGD.
“Kau lucu kok kalau pakai baju ini, apalagi kalau wajahmu memerah seperti itu” sambung Taeyeon sambil menahan tawanya, terbawa suasana karena suara tawa Yoona yang tidak tanggung-tanggung.
Tiffany cemberut, melihat para teman-temannya menertawakannya. Taeyeon mendekatkan wajahnya pada wajah Tiffany.
“Mianhae Fany ah” kemudian ia mencium pipi Tiffany.
“Ihh.. apaan sih kau ini, pake cium-cium segala...”

Lagi dong Taeyeon” Tiffany membantin dalam hatinya.

“Kan aku cuma bercanda.. Ahaha lihat, mukamu tambah merah tuh seperti tomat” ejek Taeyeon lagi.
“Hihi apaan sih, malu tau”
“Sini mau aku cium lagi, hah?” canda Taeyeon.
Ketika sedang asik-asiknya bergurau berduaan, tiba-tiba seorang gadis berhenti di depan mereka setelah melangkah dengan susah payah memakai tongkatnya. Tiffany melihat bagian kaki kanan gadis itu.
Diperban??
“O-Ozawa?” tanya Tiffany seketika dan kemudian melihat wajah gadis itu. Ya, itu Ozawa.
“Ah?? Kau baik-baik saja Ozawa? Kakimu sudah sembuh? Apa masih sakit?” Ozawa dihujani pertanyaan oleh Taeyeon yang dari tadi mengkhawatirkannya.
“Ne..” Ozawa menjawab dengan dingin, ia tak memandang wajah Taeyeon, entah kenapa. Mungkin gara-gara kejadian tadi. Tiffany tahu bahwa Ozawa masih marah dengan kejadian di kamar tadi, kemudian ia pura-pura pergi dan berkata “Ah.. ini.. aku...aku saja yang mengurus keuangannya ya, nanti biar kuberikan pada kepala asrama untuk ditangani” Sepertinya Tiffany mencari-cari alasan untuk tidak mendengarkan tentang masalah itu lagi dan pergi.
“Hmm.. Sini kubantu kau kembali ke asrama” tawar Taeyeon pada Ozawa.
“Gwenchana, aku dengan Yoona saja”
“Eh?? Memang kenapa kalau denganku?”
“Ani.. tidak apa-apa”
Ada apa dengan dia? Tidak seperti biasanya menolak bantuan dariku” Taeyeon mengangkat alis karena merasa ada yang aneh.
“Oh begitu, ya sudah” kata Taeyeon terlihat kecewa.
Yoona yang dari tadi berdiri di sebelah Ozawa kemudian memegang lengan Ozawa dan membantunya untuk berjalan kembali ke asrama. Taeyeon tetap terpaku, berdiri di tempat itu, sambil memikirkan kenapa Ozawa bersikap seperti itu padanya.
‘Tapp’ Seorang gadis menepuk pundak Taeyeon.
“Ayo unnie, jangan bengong terus, kita kembali ke asrama”
“Ah Seohyun, apa tidak sebaiknya kita menunggu Tiffany dulu??”
“Tiffany? Dia kan sudah sejak tadi kembali ke asrama..”
“Mwo?? Dia sudah duluan? Sejak kapan?”
“Tadi saat kau mengobrol dengan Ozawa, setelah mengurus keuangan dia langsung keluar rumah sakit, seperti terburu-buru”
Ckck anak itu, ingin lari dari masalah rupanya” gerutu Taeyeon dalam hati.
“Hmm.. ya sudahlah ayo” Taeyeon meraih tangan Seohyun dan segera keluar dari rumah sakit. Di jalan menuju asrama, mereka bercakap-cakap.
“Unnie, boleh aku tanya sesuatu??” Ujar Seohyun.
“Mwo??”
“Kau ada masalah dengan...”
“...Ozawa ya?” Seohyun dengan agak canggung bertanya tentang masalah itu.

*DEG*

Taeyeon langsung memalingkan pandangan ke arah Seohyun, ia kaget karena mendapat pertanyaan yang tidak disangka-sangka.
“Unnie, tanganmu... gemetar??”
“Ehh.. iya ini.. emm.. mu-mungkin karena kedinginan” Taeyeon mencoba mengalihkan pembicaraan, menggosok-gosokkan kedua tangannya supaya terlihat benar-benar kedinginan.
“Ya sudah nih pakai jaketku saja” Seohyun meletakkan jaketnya di punggung Taeyeon.
“Kamsahamnida”
“Yah. Sudah agak hangat kan??”
 “Ne...”
“Hmm.. lalu bagaimana dengan pertanyaanku tadi?”
Sialan, dia ingat” Taeyeon mengumpat dalam hati.
“Ah? Pertanyaan yang mana yaa?”
Seohyun menarik nafas panjang dan membuangnya perlahan. “Yang tentang Ozawa itu, Unnie”
“Oh itu.. haha. Aku dan Ozawa tidak ada apa-apa kok” Kebohongan Taeyeon terlihat dari tangannya yang semakin gemetaran.
“Wah ternyata kau masih kedinginan, yah” Sindir Seohyun setelah merasakan tangan Taeyeon yang gemetar lagi.
“Hmm ba-baiklah, aku memang ada masalah dengan Ozawa, tapi hanya masalah sepele kok” ujar Taeyeon.
“Tak mungkin masalah sepele. Aku tahu betul bagaimana sifat Ozawa, kau kira setelah tinggal 2 tahun bersama di asrama itu, aku tak tahu apa-apa tentang Ozawa? Aku tahu betul bagaimana eratnya persahabatan kalian” Seohyun meyakinkan Taeyeon.
“Ah mianhae Seohyun..tentang ... ma-masalah itu..” Taeyeon tergagap-gagap, tak tahu harus bicara apa. Keringat mulai keluar dari kulit Taeyeon yang seputih porselen itu, wajahnya merah padam.
“Jadi begini kejadiannya...” Akhirnya Taeyeon mendapat keberanian untuk bercerita tentang masalahnya dengan Ozawa. Ia menceritakan secara runtun tentang kejadian itu dari awal sampai akhir. Seohyun terkejut saat Taeyeon menyebutkan nama Tiffany dalam penjelasannya itu.
“Omo, jadi Tiffany juga terlibat??”kata Seohyun sambil memiringkan kepalanya tanda tak percaya.
“Ne.. Lalu...” ‘Bla bla bla’ Taeyeon kembali melanjutkan ceritanya setelah tadi sempat terhenti oleh pertanyaan Seohyun.   
“Hahaha, jadi itu hanya salah paham saja ya?”
“Yah begitu, Ozawa tetap tak percaya pada omonganku”
“Tunggu.. Apa kau tidak curiga kalau Tiffany yang...”

“...sengaja menimpamu?” Seohyun agak berbisik pada Taeyeon.

*DEG*

 “Tiffany?? Se-sengaja menimpaku?” Taeyeon memikirkan pertanyaan Seohyun tadi.
“Benar juga ya? Kalau ia tak sengaja, kenapa dia tak langsung berdiri setelah jatuh tepat di atas tubuhku?  Aku bahkan sama sekali belum berpikir sampai situ. Tapi untuk apa ia sengaja menimpaku?” Ia penasaran tentang hal itu. Tapi ia tetap memendamnya dalam hati, tak berani untuk menanyakan hal itu pada Tiffany.
“Kau sebaiknya tanyakan itu pada Tiffany” Tiba-tiba Seohyun berkata itu baru saja setelah Taeyeon memutuskan untuk tidak menanyakannya.
“Seohyun ah..” Taeyeon menghentak-hentakan kedua kakinya secara bergantian, sikap kekanak-kanakannya mulai muncul.
“Sudahlah nanti saja lagi membicarakannya” Seohyun membuka pintu asrama, tak terasa mereka sudah tiba di sana. Terlihat 7 orang gadis mengelilingi seorang gadis yang sedang terduduk di sofa ruang tengah, kakinya masih terbalut oleh perban berwarna putih pucat tersebut. Ya, sepertinya Ozawa sedang menceritakan apa yang telah terjadi padanya, mereka semua mendengarkan dengan serius.
“Ehh Taeyeon, beruntung sekali kau ditolong olehnya” celetuk seorang gadis yang sibuk memakan cemilannya. “Ah iya..” Tanpa pikir panjang Taeyeon langsung menuju sofa dan duduk di sebelah Ozawa. Ia merangkul pundak Ozawa dan memegang tangannya. “Untung saja ada kau. Kamsahamnida, Ozawa. Hehe”
“Iya, kau kan...”

“...sahabat terbaik yang kumiliki” jawab Ozawa dengan menunjukkan senyuman kecil ke arah Taeyeon.

TAEYEON POV

*DEG*

Ah, lega rasanya saat Ozawa mengatakan hal itu padaku, apalagi dengan melihat senyumannya itu. Hmm, apa dia sudah melupakan kejadian di kamar tidur itu? Apa dia menganggap itu adalah sebuah kecelakaan seperti yang dikatakan Tiffany? Atau dia menganggap bahwa itu adalah kejadian yang disengaja? Aku bertanya-tanya dalam hati, tak berani menanyakannya. Tapi aku menganggap masalah itu belum selesai, ada sesuatu yang masih mengganjal di hatiku. Dan Ozawa pun pasti merasakannya juga. Dari jauh aku melihat Seohyun memperhatikan kami berdua, dan tersenyum padaku. Aku pun membalasnya dengan senyuman puas. Sepuas-puasnya senyumku, tak akan menghilangkan sesuatu yang mengganjal di hatiku ini.
“Lalu bagaimana dengan biaya rumah sakitnya??” Yuri bertanya, membuat Jessica yang sedang tidur di bahunya itu terbangun.
“Kalau masalah itu aku sudah tangani” Tiffany menjawab duluan sebelum aku menjawab. “Sudah kuberikan pada pengurus asrama agar semua biayanya ditanggung sekolah” lanjutnya.
“Oh, I see” Yuri kembali menyenderkan kepala Jessica di bahunya.
Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Satu persatu siswi berjalan menuju ke kamarnya untuk tidur, tinggal kami bertiga yang masih berada di ruang tengah menonton TV. Aku, Tiffany dan Ozawa.
“Hooaahhm” Tiffany menguap “Enghh, aku tidur duluan ya...”
“Ya” aku menjawab. Ozawa melirik ke arah Tiffany dan mengangguk perlahan sambil tersenyum. Tapi kali ini senyumannya itu...

“...senyuman yang tulus” pikirku dalam hati.

“O-Ozawa??”
“Ya, Taeyeon??”
“Emmm.. itu.. aku sekali lagi berterima kasih padamu karena telah menolongku tadi” Aku berterima kasih lagi pada Ozawa karena merasa bersalah, membuat kakinya menjadi terluka seperti itu.
“Iya iya, tadi kan kau sudah bilang...”
“Hehe.. Kalau tidak ada kamu, pasti tadi aku sudah-”
“Stop, jangan diteruskan lagi perkataanmu. Itu hal yang paling tak mau kudengar seumur hidupku, apalagi jika terjadi pada sahabatku, sahabat terbaikku” Ozawa memotong perkataanku, senyuman tulus kembali tersirat di wajahnya yang cantik. Aku memandangi Ozawa, ia menyadari itu dan membalas pandanganku. Sebuah pelukan hangat mendarat di tubuh Ozawa. Ya, aku memeluknya. Kami berdua berpelukkan, ditemani cahaya remang-remang dari TV yang masih menyala. Tanpa melepaskan pelukan itu, aku mendekatkan mulutku ke telinga Ozawa.

“Kamsahamnida...”

“...Ozawa ah” Setetes cairan bening keluar dari mataku, mendarat tepat di bahu kanan Ozawa.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

‘Deerrrtttttt-deerrrtttttttttt’
Suara getaran sebuah benda membuatku terbangun di pagi itu, segera kuambil benda yang bergetar itu. Ya, handphoneku bergetar, satu pesan diterima.

To: Taeyeon
Heh bangun, mau tidur sampai kapan?
-Tiffany-

“Sampai puas!!” Aku berteriak ke arah Hpku dan kembali tidur.
“Haha..Taeyeon.. kenapa kau??” Seorang gadis sepertinya bertanya ke arahku, suaranya sangat kukenali.
“Ehh Ozawa, aniyo.. tidak apa-apa” aku langsung terbangun.
Ozawa seperti menahan tawanya, mungkin karena melihatku berteriak ke HP tadi.
“Micheosseo?? Hahaha” tanya Tiffany yang tiba-tiba muncul dari balik Ozawa.
“Fany ah!! Kau ganggu aku tidur saja!” Kulempar guling ke arah Tiffany, tapi tidak kena.
“Eitss.. tidak kena. Hahaha.. Eh, aku dan Ozawa mau ke rumah sakit untuk mengecek keadaan luka Ozawa, apa kau mau ikut, Taeyeon??” Tanya Tiffany, ia melempar kembali guling tadi.
‘Blukk’ Tepat mengenai mukaku.
“Mianhae Tae-ah. Hahaha” kata Tiffany lalu memalingkan wajah ke arah Ozawa “Eh Ozawa, sepertinya Taeyeon tidak mau ikut, kita pergi sekarang yuk”
“Oh.. baiklah. Kalau kau mau menyusul boleh saja. Dadah Taeyeon” ujar Ozawa sambil menggandeng tangan Tiffany dan berjalan perlahan-lahan karena kakinya yang masih sakit. Aku terbengong.

“Tiffany...”

“... dan Ozawa?? Mereka sudah akrab lagi? Tapi sejak kapan?”

Apa Ozawa benar-benar sudah melupakan kejadian itu ya? Apakah Tiffany sudah menjelaskannya lagi pada Ozawa? Ataukah Ozawa memendamnya dalam hati? Ya, pasti ia memendamnya dalam hati, seperti yang kurasakan ini,masih ada sesuatu yang mengganjal di hatiku. Ah sudahlah Taeyeon, tak usah dipikirkan lagi, kan malah lebih baik kalau begini, seperti tidak ada beban pikiran lagi.
Kurapikan tempat tidurku, dan melirik ke arah jam dinding. Pukul 08.30. Ya, hari ini sekolah diliburkan karena ada rapat guru mendadak. Segera aku mandi dan menuju ke ruang tengah, sudah cukup banyak yang berkumpul.
“Selamat pagi semua” sapaku pada mereka yang sedang asik dengan urusannya sendiri.
“Pagi Taeyeon” jawab mereka semua.
“Pagi Tae!!” jawab Sooyoung telat, makanan di mulutnya berhamburan keluar karena berteriak.
“Ihh jorok sekali kau” Sunny menyenggol Sooyoung dengan kakinya yang terjulur di atas sofa.
“Hahaha. Mianhae mianhae” Makanan berhamburan lagi dari mulut Sooyoung.
“Eh Taeyeon, kau tidak ikut Tiffany mengantarkan Ozawa??” Hyoyeon bertanya padaku.
“Ya, sebentar lagi aku menyusul kok”
“Di rumah sakit kemarin kan??” Yoona ikut-ikutan bertanya.
“Ne, rumah sakit kemarin” jawabku, dan kemudian berpikir.

Rumah sakit kemarin. Ah sebaiknya aku kesana! Siapa tau bisa ketemu sama namja keren itu lagi.

Niatku yang tadinya ingin menemani Ozawa, berubah menjadi ingin bertemu dengan seorang namja. Dengan agak terburu-buru, aku berlari menuju RS HyoSang tersebut. Begitu sampai di sana, langsung kutemui Ozawa dan Tiffany yang sedang duduk di ruang tunggu. Tapi tak kulihat adanya kehadiran namja itu.
“Sudah puas tidurnya, Taeyeon??” Sindir Ozawa padaku.
“Yah lumayanlah” Aku menjawab sambil celingukan kesana kemari tak tentu arah, siapa tahu ada namja itu lagi.
“Heh, kau mencari siapa sih??” Tanya Tiffany penasaran.
“Ahh bukan siapa-siapa kok. Hhehe”
“Oh jangan-jangan namja kemarin ya?” tanya Tiffany sambil cemberut.
“Siapa??” Ozawa bertanya pada Tiffany, tapi ia hanya mengangkat bahunya.
 “Namja yang mana Tae? Apa aku tahu?” Ozawa giliran bertanya padaku.
“Aniyo.. kau tak tahu, Tiffany juga tak tahu. Pokoknya namja itu keren sekali, mukanya menggemaskan, apalagi saat tersenyum...” aku pun mulai mengoceh tentang namja itu.
‘Bla bla bla’ Tiffany hanya bertopang dagu mendengarkan ucapanku, sementara itu Ozawa sepertinya serius mendengarkannya.
Ozawa menyipitkan mata, menatap ke arahku dan berkata “Ouh Taeyeon, akhirnya kau bertobat juga. Hahaha” ejek Ozawa.
“Ehh? Sialan kau Ozawa, memang kau kira aku ini lesbi, hah??” Aku tidak menyipitkan mata karena mataku memang sudah sipit.
“Haha, kau bukan lesbi ya??”

Ya, aku bukan. Tapi sering sekali aku lebih tertarik pada yeoja dibandingkan namja (sepertinya sama saja ya?)” batinku dalam hati.

“Bukan dong, aku kan penyuka sesama je-... eh maksudku penyuka lawan jenis”
“Hahaha oke oke, aku tahu itu” ujar Ozawa sambil menyenggolku.

“MARIA OZAWA”

Terdengar suara memanggil nama Ozawa, dari sebuah speaker tentunya. Kemudian aku dan Tiffany berdiri, membantu Ozawa berjalan menuju ruang pemeriksaan.
“Ya sampai sini saja, kalian berdua boleh menunggu di luar” ujar seorang suster.
“Emm, kalungnya boleh dititipkan pada temannya mungkin?” lanjut suster itu, menunjuk ke kalung dengan huruf T yang sedang dipakai Ozawa.
“Oh iya” Ia melepas kalungnya dan menitipkannnya padaku. Tiffany dan aku kembali duduk di ruang tunggu tadi.
Ah kalung ini, ia selalu memakainya” batinku sambil mencoba meraba kalung dengan huruf O yang kupakai. Kucoba meraba leherku, tak ada apa pun tergantung di situ.
“Mana... kalungku?!” aku agak berteriak karena terkejut. Tiffany yang sedang bengong pun tersentak kaget.
“Kalung apa?” tanyanya.
“Itu lho, yang ada huruf O nya!” jawabku sambil mencari-cari di kolong kursi dan setiap sudut ruang tunggu itu. Tiffany kemudian ikut mencarinya.
Apa jangan-jangan terjatuh tadi saat aku berlari ke sini??” Tanpa berpikir dua kali, aku langsung menitipkan kalung Ozawa ke Tiffany.
“Fany aku mau cari di luar, siapa tahu terjatuh! Aku minta tolong kau tetap cari di situ ya!” Teriakku sambil berlari keluar rumah sakit. Ia hanya menganggukan kepala.
“Uuuh mana ya? Di mana ya kalung itu? Duh gawat sekali kalau sampai hilang..” Kepanikanku mulai naik. “Bagaimana bisa aku mencari di halaman rumah sakit seluas ini?!” Aku mulai frustasi.
Aku mulai meraba-raba di daerah rerumputan, seperti orang bodoh saja.
Atau jangan-jangan... tertinggal di asrama??!
Kurogoh saku dan mengambil Hpku, menelepon seseorang.
‘Tuuuttt’
“Halo??”
“Halo Seohyun! Bisa minta tolong? Tolong lihat apa ada kalung yang tertinggal di kamarku?”
“Oh iya sebentar...”
Aku tetap meraba-raba rerumputan sambil menunggu jawab Seohyun di seberang sana. Kuharap jawabannya “Ya, kalungnya ada di sini, tertinggal di kamarmu” Tapi kenyataannya tidak.
“Halo unnie? Aku sudah mencari di kamar, di lantai, di lemari, di kamar mandi. Tak kutemukkan kalungmu”
“Kau sudah teliti mencarinya??”
“Sangat”
“Ya sudah, kamsahamnida!” aku buru-buru menutup teleponnya.
‘Tuuut tuut ttttut’

Ah sialan, di mana ya kalungku terjatuh??
Sekarang aku giliran mencarinya di atas aspal, cukup susah karena warnanya agak-agak sama dengan kalung itu. Keringat mulai menetes dari wajahku.
‘Drrrttt-derrrtttttt’ Hpku bergetar, sepertinya ada yang menelepon.
“Ah Seohyun! Sepertinya dia menemukan kalungku! ”
Buru-buru aku menekan tombol hijau di HP ku.

“Halo, apa kau telah menemukan kalungnya, Seohyun??”
“Halo, apa kau telah menemukan kalungnya, unnie??”

“...........”
“Ah kau ini! Kukira kau sudah menemukannya!!”
“Oh jadi belum ketemu?? Ah mianhae unnie”
“Yah sudahlah, aku mau mencarinya lagi!” ku tutup lagi teleponnya dan mulai mencari lagi di atas aspal.
‘Tapp’ Kurasakan seseorang menyentuh pundakku. Aku tak menghiraukannya, tetap serius dalam pencarian kalung yang terjatuh itu.
‘Tapp’ Ia menyentuhku lagi, kali ini dengan sentuhan yang cukup lembut. Aku sama sekali tak berniat untuk menengok ke belakang.
‘Tapp’ Lagi-lagi ia menyentuh pundakku. “Siapa sih ini orang?? Mengganggu saja” Dengan agak kesal terpaksa aku memalingkan badan ke arah orang itu. Seorang namja.

*DEG*

Namja itu...
“...............................................................................................”
“......namja yang kemarin!!!
“Hey, apa kau mencari ini” Dia memperlihatkan kalung dengan gantungan huruf O itu.
KYAAA, kerennyaaa” aku berteriak-teriak dalam hati.
“Ahh iya!! Kamsahamnida!”
“Hmmm, kau... gadis kemarin malam itu kan??”
“I-Iya, kau masih ingat??”
“Iya, aku ingat sekali wajahmu. Lain kali kalau punya barang berharga simpan baik-baik yah”
“Oh iyaa, sekali lagi terima kasih banyak!!”
“Ne, aku duluan ya” katanya sambil melangkah pergi.
Ah  kerennya. Walaupun hanya memakai t-shirt dan celana pendek, bagiku terlihat seperti pangeran yang menunggang kuda putih” Khayalan anehku mulai muncul.
Tiba-tiba aku teringat, aku belum mengetahui namanya!
“Hei tunggu!!” Aku mengejarnya dari belakang, untung ia mendengar teriakanku dan segera berhenti.
“Ada apa lagi??” Tanyanya padaku.
“Ki-kita belum berkenalan...” aku berusaha berbicara sambil ngos-ngosan karena mengejarnya tadi.
“Ah iya, bodohnya aku ini. Haha”
“Taeyeon imnida... Kim Taeyeon” aku menjulurkan tanganku ke arahnya.
“Oh Taeyeon, nama yang indah. Sama seperti orangnya”
Aku tertunduk, tersipu malu karena mendengar pujiannya yang tertuju padaku. Sudah lama aku tak mendengar pujian seorang namja, terakhir kali aku mendengarnya dari Lee Teuk oppa.
“Lalu namamu??”
“Oh iya. Namaku.....”
 Aku merasakan tangannya meraih tanganku yang dari tadi terjulur.

“Kim Hyesung” jawabnya sambil memperlihatkan senyum manisnya padaku.

 -ToBeContinued-


No comments:

Post a Comment